JAKARTA (SALAM-ONLINE): Ulama dan Tokoh Jawa Barat, KH Athian Ali M. Da’i, MA mempertanyakan dasar Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar yang mengimbau pembatalan acara deklarasi #2019GantiPresiden. Acara deklarasi #2019GantiPresiden itu rencananya akan digelar di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat pada pertengahan Agustus mendatang .
Kiai Athian ingin memastikan apakah imbauan tersebut berasal dari MUI secara kelembagaan atau hanya pendapat pribadi dari seorang pengurus belaka.
“Kita gak tau, itu lembaga MUI-nya atau pribadi, ini kan perlu kejelasan. Mungkin secara keseluruhan atau apakah kebijakan (MUI) Jawa Barat,” kata Kiai Athian kepada Salam-Online, Kamis (2/8/2018) malam.
Imbauan itu pun, menurut Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) ini, harus memiliki landasan yang jelas, baik secara agama maupun konstitusi negara.
“Sekarang landasan yang digunakan MUI itu apa,” ujarnya mempertanyakan.
Adapun jika alasan sebagaimana diungkapkan Ketua MUI Jabar Rahmat Syafe’i bahwa acara deklarasi bertepatan dengan waktu pembukaan Asian Games, menurut Kiai Athian, hal itu sangat tidak tepat.
Kiai Athian menyatakan, Umat Islam yang diimbau MUI tersebut akan tertib sebagaimana aksi-aksi dan deklarasi yang pernah dilakukan sebelumnya.
Pertimbangan yang berkaitan dengan kepentingan umum, katanya, biar diserahkan kepada aparat yang berwenang.
“Biarlah aparat yang memperhitungkan itu, bukan Majelis Ulama,” tegasnya.
Selain alasan Asian Games, MUI Jabar juga beralasan munculnya imbauan pembatalan deklarasi #2019GantiPresiden itu lantaran adanya upaya mengatasnamakan agama dan Ijtima’ Ulama.
Menanggapi hal tersebut, Kiai Athian menegaskan, tidak masalah jika politik membawa agama dan ulama.
“Gak ada masalah juga, memangnya ulama ini gak boleh berpolitik, gak boleh berpendapat? Kan ulama juga salah satu warga negara yang boleh berpendapat,” kata Kiai Athian.
Master Universitas Al-Azhar Mesir ini meluruskan, meskipun dalam politik praktis, agama (ajaran Islam) tetap harus dibawa karena agama (Islam) merupakan alat kontrol manusia dan alam.
“Kalau umat Islam dan para ulama sekarang meninggalkan politik, habislah urusan, urusan Negara ini akan diurusi oleh orang-orang yang bukan ulama (berilmu),” terangnya.
Sebelumnya Imbauan MUI Jabar tersebut didukung oleh Wakil Ketua Umum MUI Pusat Zainut Tauhid Saadi. Menurut Zainut sebagaimana keterangan tertulisnya, MUI Pusat mendukung imbauan MUI Jabar karena khawatir gerakan tersebut menimbulkan konflik di tengah panasnya suhu politik saat ini.
Zainut mengatakan, MUI pusat juga berharap deklarasi serupa, yakni deklarasi dukungan Jokowi dua periode untuk tidak dilaksanakan.
Sikap tersebut diambil, menurut Zainut, sebagai sebuah ikhtiar agar tidak terjadi kerusakan berupa konflik, gesekan dan ancaman perpecahan bangsa.
“Mencegah terjadinya kerusakan dalam agama memang harus didahulukan daripada untuk membangun kemaslahatan, sebagaimana kaidah fiqih,” ungkap Zainut.
Namun, Kiai Athian mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara demokratis yang melindungi segenap warga negara yang ingin bersuara dan berekspresi.
Kata Kiai Athian, jika ada pihak yang ingin mengganti presiden, itu adalah hak. Begitupun dengan pihak yang tidak ingin ganti presiden. Dia menekankan bahwa keduanya memiliki hak yang sama.
“Biarlah hak itu disalurkan dan pemerintah, terutama aparat, melindungi hak-hak mereka itu untuk menyampaikan pesan mereka, sikap mereka,” ujarnya.
“Biarkanlah kita masing-masing punya hak untuk menyampaikan pendapat. Dijamin juga oleh agama, jangan khawatir, kita kan mesti memilih,” tambahnya.
Lebih lanjut Kiai Athian berpesan kepada MUI, untuk bijak dalam membimbing umat. Jangan sampai, kata dia, umat dipatahkan semangatnya dalam bernegara karena intervensi ulama yang tidak pada tempatnya.
“Bijaksanalah kita kepada umat, umat ini kan perlu bimbingan, perlu arahan. Jangan sampai semangat mereka terus dimatikan dengan tidak boleh begini, tidak boleh begitu,” pesan Kiai Athian. (MNM/Salam-Online)