Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah bicara blak-blakan usai menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jumat (23/11/2018) malam. Organisasi Pemuda Muhammadiyah yang dipimpinnya dituduh korupsi dari dana Rp2 miliar yang dikasihkan pemerintah (Kemenpora). “Kami membantu pemerintah dengan niat baik untuk meredam potensi konflik, tapi sekarang kami dituduh macam-macam seperti itu…,” katanya. Ada apa? Simak penjelasannya.
JAKARTA (SALAM-ONLINE): Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, diperiksa penyidik Polda Metro Jaya, Jumat (23/11/2018), terkait kasus dugaan penyimpangan anggaran kegiatan kemah dan apel Pemuda Islam Indonesia yang digelar Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Usai menjalani pemeriksaan, Koordinator Jubir Prabowo-Sandi di Pilpres 2019 itu, menjelaskan detail kronologinya. Dahnil menyebut ada pihak yang sengaja mencari-cari kesalahan.
Berikut penjelasan Dahnil kepada wartawan usai pemeriksaan, Jumat (23/11) malam di Polda Metro Jaya. Penjelasan ini rekaman videonya juga beredar di media sosial:
“Karena isunya sudah ke mana-mana dan tidak positif, saya ingin menjelaskan beberapa hal. Jadi saya itu diperiksa terkait kegiatan yang diagendakan Kemenpora dengan melibatkan Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Pemuda Muhammadiyah.
Secara kronologis, pada September 2017, saya diundang Menpora Imam Nahrawi, menelepon saya untuk hadir di rumah beliau. Kemudian saya datang dan ternyata ada juga Gus Yaqut Ketua Umum GP Ansor.
Kemudian kami berdiskusi. Pak Menpora menyampaikan kekhawatiran beliau terkait potensi konflik horisontal yang semakin meluas terkait isu anti-Pancasila, isu toleransi dan tudingan Pak Jokowi anti-Islam, tudingan kriminalisasi para ulama oleh pemerintah Jokowi.
Kemudian Imam Nahrowi menyampaikan bagaimana caranya supaya kemudian suasana menjadi lebih kondusif. Salah satu yang beliau ingin lakukan adalah mempersatukan secara simbolik antara GP Ansor dan Pemuda Muhammadiyah.
Pak Imam menawarkan dan mengajak bisa tidak kita mengadakan kegiatan bersama yang difasilitasi Menpora melibatkan GP Ansor dan Pemuda Muhammadiyah.
Pada waktu itu saya menjawab bahwa saya harus mendiskusikan ini dengan Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Karena di Pemuda Muhammadiyah keputusan adalah kolektif kolegial.
Saya juga meminta nasihat pada bapak-bapak Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Pemuda Muhammadiyah akhirnya setuju usulan Menpora. Ya sudahlah, untuk membantu Pemerintah karena ada potensi konflik horisontal, isu kriminalisasi ulama, supaya Pemuda Muhammadiyah tidak dianggap terlalu kritis atau anti-Jokowi, akhirnya pimpinan pusat Pemuda Muhammadiyah setuju. Biar suasana adem.
Bapak-bapak Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang disampaikan langsung juga Pak Haedar Nasir (Ketua Umum PP Muhammadiyah), beliau menyampaikan, ‘Tapi hati-hati dan waspada, kami khawatir kalian dikerjain’.
Karena saya sebagai Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah tidak bisa berkegiatan dengan Kemenpora. Sesuai UU Kepemudaan yang bisa berkegiatan dengan Kemenpora adalah berusia 16-30 tahun, sedangkan saya usianya 35 tahun. Akhirnya dari situ Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah rapat dan menunjuk Ahmad Fanani (salah seorang Ketua Pemuda Muhammadiyah) ditunjuk sebagai panitia kegiatan yang bekerja sama dengan Kemenpora dan GP Ansor.
Ahmad Fanani akhirnya yang berkomunikasi dengan Menpora. Kami kemudian diminta Kemenpora mengajukan proposal kegiatan, yang akhirnya Pemuda Muhammadiyah mengajukan proposal kegiatan Tabligh Akbar (di beberapa kota).
Pemuda Muhammadiyah dikasih Rp 2 Miliar. Sedang dari GP Ansor Rp 3,5 Miliar. Nah di situlah kemudian hari ini dipanggil (polisi), tuduhan korupsi.
Kami membantu pemerintah dengan niat baik untuk meredam potensi konflik, tapi sekarang kami dituduh macam-macam seperti itu…”
Berikut pernyataan Ahmad Fanani:
“Sebenarnya di kontrak awal yang disampaikan Pemuda Muhammadiyah agendanya adalah Pengajian Akbar di beberapa kota, tapi Kemenpora minta acara berupa Apel Bersama Pemuda Muhammadiyah dan GP Ansor di Prambanan, agar bisa dihadiri Presiden Jokowi. Akhirnya kami ikuti saran Kemenpora, padahal kalau sesuai kontrak bentuknya Pengajian Akbar di beberapa kota.
Kami tidak meminta acara itu, kami tidak meminta dana itu, Kemenpora yang kasih Rp 2 Miliar untuk memobilisir massa. Lalu kami dituduh korupsi.
Kami punya harga diri. Hari ini kami langsung kembalikan duit Rp 2 Miliar ke Kemenpora…” (*)