Qatar Usulkan Bangun Bandara di Gaza
Qatar Usulkan Bangun Bandara di Gaza, Palestina, tetapi penjajah Zionis tidak serius meresponsnya. Zionis malah usulkan agar bandara tersebut dibangun di sisi perbatasan Gaza, tetapi Qatar menolaknya.
SALAM-ONLINE: Dubes Qatar yang mengawasi bantuan kemanusiaan negara Teluk itu untuk Jalur Gaza mengatakan pada Senin (10/12/2018) bahwa dia telah mengusulkan membangun sebuah bandara di daerah kantong Palestina yang diblokade tersebut. Tetapi penjajah Zionis tidak serius meresponsnya, lansir Reteurs.
Dalam koordinasi dengan PBB, Qatar telah menyumbangkan ratusan juta dolar untuk berbagai proyek di Gaza. Para mitra mengatakan sumbangan Qatar itu dirancang untuk mencegah kemiskinan di wilayah pesisir Palestina itu selain mencegah eskalasi kekerasan.
“Mereka (Zionis) mengatakan akan mendiskusikan (tetapi) mereka menunda pembicaraan (proyek bandara) tersebut … Kami akan memperbarui permintaan kami,” kata Duta Besar Qatar Al-Emadi kepada kantor berita yang bermarkas di Gaza, SAWA, sebagaimana dikutip Middle East Monitor (MEMO), Senin (10/12).
“Pihak Zionis memiliki masalah keamanan. Kami memberi tahu mereka bahwa kami dapat mengatasinya dengan membuat bandara dengan penerbangan Doha-Gaza di bawah pengawasan keamanan Qatar,” ungkapnya.
Zionis, kata Al-Emadi, tidak menanggapi, tetapi mengusulkan agar bandara tersebut dibangun di sisi perbatasan—sebuah ide yang dikatakan diplomat tersebut telah ditolak oleh Qatar.
Cogat, agen penjajah Zionis yang telah berkoordinasi dengan Qatar terkait bantuan untuk Gaza, menolak mengomentari pernyataan Al-Emadi.
Gaza berada di bawah kendali Hamas, yang telah berperang tiga kali melawan Zionis.
Pada 1998, Palestina meresmikan bandara internasional pertama mereka sebagai hasil perjanjian damai bersejarah dengan sang penjajah. Tetapi Zionis menghancurkan antena radar dan landasan pacu bandara tersebut beberapa bulan setelah 11 September 2001—serangan terhadap menara kembar (WTC) di New York dan markas Pentagon di Amerika Serikat .
Penjajah Zionis menganggapnya sebagai ancaman keamanan pada puncak perlawanan Palestina kedua yang dikenal sebagai Intifadhah Al-Aqsha.
Zionis menarik pemukim (Yahudi) dan tentaranya dari Gaza beberapa tahun kemudian, pada 2005, tetapi mempertahankan kontrol ketat atas perbatasan darat, udara dan laut Gaza. Sementara Mesir mengontrol akses dari selatan.
Zionis mengatakan pembatasan itu dilakukan untuk menghentikan senjata memasuki Jalur Gaza dan mengisolasi Hamas—yang telah mengendalikan (mengurus) dua juta penduduk Gaza sejak 2007. (mus)
Sumber: MEMO