Bunuh 6 Jamaah Masjid, Teroris Kanada Ini Dihukum 40 tahun Penjara
Para jaksa penuntut umum menuntut Bissonnette 150 tahun penjara untuk 6 korban yang terbunuh. Artinya, untuk setiap korban terbunuh, dia diganjar 25 tahun penjara. Namun Hakim dalam memutus tidak menggunakan tuntutan jaksa tersebut. Dia menyebutnya tuntutan itu “tidak masuk akal”.
TRENTON (SALAM-ONLINE): Seorang teroris Kanada yang menembak mati enam jamaah di sebuah Masjid Kota Quebec pada malam, 29 Januari 2017, dijatuhi hukuman 40 penjara, Jumat (8/2/2019) kemarin.
Para jaksa penuntut mengatakan bahwa kejahatan Alexandre Bissonnette (29) begitu penuh kebencian dan sangat termotivasi oleh kefanatikan sehingga dia harus menerima hukuman maksimum 25 tahun untuk setiap korban. Totalnya 150 tahun penjara untuk 6 korban yang terbunuh.
Tuntutan 150 tahun penjara itu seperti dilansir kantor berita Anadolu, Sabtu (9/2), jika diputuskan, akan menjadi hukuman terpanjang yang pernah dijatuhkan di Kanada, yang berarti mungkin terpidana akan meninggal di penjara.
Namun Hakim Francois Huot mengenyampingkan tuntutan yang diajukan jaksa itu. Dia menyebut tuntutan 150 tahun penjara itu “tidak masuk akal”. Huot juga mengatakan bahwa membiarkan seorang tahanan meninggal di penjara akan menjadi “hukuman yang kejam dan tidak biasa” serta bertentangan dengan Piagam Hak dan Kebebasan Kanada.
Serangan Januari 2017, yang oleh Perdana Menteri Justin Trudeau dikecam sebagai “serangan teroris”, memicu debat tentang perlakuan terhadap pendatang baru pada saat semakin banyaknya migran Muslim menyeberang dari Amerika Serikat ke provinsi Quebec, Kanada.
Huot mengatakan tindakan Bissonnette memasuki masjid di akhir rakaat shalat maghrib berjamaah dan menembaki jamaah bukanlah serangan “teroris”, tetapi dimotivasi oleh prasangka, terutama terhadap imigran Muslim.
Pengacara Bissonnette meminta agar kliennya itu diberikan hukuman bersamaan—satu masa hukuman 25 tahun—dan berhak mendapatkan pembebasan bersyarat sesuai ketentuan yang berlaku.
Hakim membacakan bagian-bagian dari keputusan 246 halamannya di ruang sidang selama enam jam penuh.
Huot setuju dengan tuntutan bahwa tindakan Bissonnette sangat tidak berperasaan.
“Kejahatannya benar-benar dimotivasi oleh ras dan kebencian mendalam terhadap imigran Muslim,” kata hakim, seraya menambahkan bahwa kejahatannya “direncanakan, serampangan dan hina”.
Bissonnette, membawa pistol peluru Glock 9 mm dan senapan kaliber 223, memasuki masjid saat umat Islam shalat maghrib berjamaah. Dia mulai menembak. Selama serangan itu, dia mengisi Glock sebanyak empat kali dan menembak beberapa orang yang sudah terkapar bersimbah darah di lantai dengan gaya eksekusi.
Enam orang meregang nyawa dan lima lainnya luka-luka. Ada 35 orang lagi jamaah di masjid.
Keenam orang jamaah masjid yang terbunuh adalah Ibrahima Barry, Mamadou Tanou Barry, Khaled Belkacemi, Abdelkrim Hassane, Aboubaker Thabti dan Azzeddine Soufiane.
Bissonnette mengaku bersalah pada Maret 2017 atas enam dakwaan pembunuhan tingkat pertama dan enam tuduhan percobaan pembunuhan.
Menyusul dengar pendapat tahun 2018 lalu, hukuman itu diperkirakan akan dijatuhkan pada Oktober. Tetapi hakim menundanya agar memiliki lebih banyak waktu untuk merenungkan keputusannya.
Ketika menyelidiki komputer Bissonette, pihak berwenang menemukan pembunuh brutal ini menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk meneliti pola pembunuhan massal, imigrasi AS dan Islam. Catatan menunjukkan dia khawatir akan masuknya imigran Muslim di Kota Quebec.Keenam orang jamaah masjid yang terbunuh adalah Ibrahima Barry, Mamadou Tanou Barry, Khaled Belkacemi, Abdelkrim Hassane, Aboubaker Thabti dan Azzeddine Soufiane.
Bissonnette akan memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat saat dia berusia 67 tahun. Dia berusia 27 tahun pada saat melakukan pembunuhan (Januari 2017). (mus)
Sumber: Anadolu