Uniknya Qur’an Surat An-Naas mengingatkan yang suka berbisik, termasuk bisikan hoaks, ternyata “minal jinnati wan naas” adalah manusia dan jin.
CATATAN M RIZAL FADILLAH, SH
SALAM-ONLINE: Pemilu serentak baik Pilpres maupun Pileg membangun kompetisi antar kontestan. Jabatan dan kekuasaan adalah kejaran politik. Selalu saja ada kisah menarik yang bisa ditarik. Berjuang dengan segala upaya demi target tercapai.
Ada usaha rasional, ada pula dibarengi dengan upaya spiritual. Spiritualitas yang positif melalui ikhtiar seperti peningkatan kualitas ibadah serta doa. Sedangkan yang berbahaya adalah jalur mistik-mistik atau perdukunan. Dukun marak di tengah pergulatan politik. Sebutan baginya kini adalah paranormal atau “orang pintar”. Tidak sedikit yang mendekat atau bergantung padanya.
Dahulu dukun itu berbaju hitam, bermantera dan berkemenyan di lokasi yang bersuasana seram. Kini banyak yang berdandan rapi, berbaju dasi dan berpeci. Lokasi “konsultasi” di ruang publik atau di hotel. Nuansa lebih familiar dan interaktif. Tapi tetap berbayar tergantung kebutuhan. Promosi jabatan dan lolos dari ancaman hukum tentu lebih mahal harga untuk nasihat dan resepnya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan kafir bagi mereka yang percaya dukun. “Barang siapa datang kepada dukun, lalu mempercayai ucapannya maka ia telah kafir terhadap apa yang dihukumkan Muhammad” (HR Abu Dawud dan Ahli Sunan yang empat, dishahihkan oleh Hakim).
Dukun itu penyampai seratus kebohongan, sesuai hadits Bukhari- Muslim. “Sesungguhnya Malaikat turun dari langit dan menyebut perkara yang diputuskan langit. Kemudian Jin mencuri dengan mendengarkan lalu menyampaikan kepada para dukun, padahal berita itu telah dicampur dengan seratus kebohongan dari Jin itu sendiri.”
Informasi ‘mistik’ itu merupakan seratus kebohongan. Jin adalah pembawa berita bohong yang diinfokan kepada manusia yang percaya dan tertipu. Sumber hoaks adalah Jin.
Uniknya Qur’an Surat An-Naas mengingatkan yang suka berbisik, termasuk bisikan hoaks, ternyata “minal jinnati wan naas” adalah manusia dan jin. Maka bercampurlah antara Jin dan manusia para pembohong.
Kini para peramal politik berperan seperti dukun yang berbisik bisik soal kebohongan (hoaks). Termasuk yang aktual adalah lembaga survei yang benar atau abal-abal. Yang benar adalah yang jujur dengan angka akurat. Bertanggung jawab demi kebaikan publik. Yang abal-abal adalah hasil survei yang dicampur dengan seratus kebohongan.
Lembaga survei bayaran yang isinya tergantung pesanan. Inilah dukun peramal masa depan dengan hitungan “oplosan”. Inilah dukun politik berdasi itu. Kita berlindung kepada Allah dari “yuwaswisu fii shuduurinnaas” yang mencoba mempengaruhi keyakinan manusia dengan ramalan yang mengecohkan.
Dukun politik ini hakikatnya adalah musuh masyarakat. Harus diberi sanksi dan jika perlu dieliminasi.
Bandung, 21 Maret 2019
-Penuiis adalah Ketua Msyarakat Unggul (MAUNG) Bandung Institute