SALAM-ONLINE: PBB mengatakan, potensi terjadinya konflik berskala besar di Idlib, Suriah, bisa berujung pada bencana kemanusiaan terburuk di sepanjang abad 21.
Hal itu disampaikan oleh kondinator bantuan darurat PBB, Mark Lowcock, pada Jumat (17/5) kemarin.
“Pengerahan kekuatan militer secara penuh hanya akan menyebabkan mimpi buruk kemanusiaan yang belum pernah kita saksikan sebelumnya di Suriah,” kata Lowcock, dikutip kantor berita Anadolu.
Dalam beberapa pekan terakhir, rezim Basyar Asad dibantu sekutunya Rusia meningkatkan eskalasi agresi ke Idlib—wilayah yang menjadi kantong pertahanan terakhir kelompok oposisi Suriah.
Agresi ini bisa menimbulkan bencana kemanusiaan lanjutan dimana sebelumnya 180 ribu warga sipil terpaksa meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke berbagai tempat.
Pengungsian akan lebih sulit di waktu sekarang ini lantaran agresi dilancarkan ketika keluarga-keluarga Muslim Idlib tengah menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
Lowcock melanjutkan, agresi rezim Asad dan Rusia itu telah mengakibatkan 180 korban jiwa berjatuhan dan 80 ribu lainnya terlantar hingga ada yang terpaksa berlindung di bawah pepohonan dan bahkan tinggal hanya beratapkan langit.
“Kekhawatiran terburuk kami telah menjadi kenyataan, meski sebelumnya telah kami peringatkan,” ucap Lowcock kepada Dewan Keamanan PBB sebagaimana dilansi.
Saat ini ada sekitar 1,5 juta penduduk yang tinggal di Idlib. Hampir setengah dari angka itu kini telah mengungsi ke berbagai tempat di Suriah akibat konflik.
Padahal, pada September 2018 lalu, Turki dan Rusia telah bersepakat untuk menetapkan Idlib sebagai wilayah de-eskalasi militer atau atau wilayah bebas dari agresi militer.
Namun, rezim Asad dan Rusia menjadi pihak yang selalu melanggar kesepakatan tersebut dengan terus menerus membombardir wilayah Idlib.
Serangan ke rumah sakit
Tidak hanya itu, Lowcock juga membeberkan data WHO yang melaporkan bahwa fasilitas-fasilitas kesehatan pun tak luput dari serangan rezim.
WHO mencatat, setidaknya terjadi 20 serangan ke-18 fasilitas kesehatan dalam tiga pekan terakhir.
Serangan tersebut berdampak pada 49 fasilitas kesehatan yang terpaksa berhenti beroperasi. Mengetahui hal ini, sejumlah rumah sakit memutuskan untuk tutup disebabkan kekhawatiran menjadi target agresi atau berbagai bentuk serangan lainnya.
“Rata-rata dalam sebulan mereka (fasilitas kesehatan atau rumah sakit) melayani sedikitnya 171 ribu pasien rawat jalan dan 2.760 tindakan operasi (bedah) besar,” papar koordinator yang berada langsung di bawah Sekjen PBB itu.
Dewan Keamanan PBB pada 2016 lalu telah mengadopsi resolusi yang mengecam segala bentuk serangan terhadap fasilitas medis di wilayah konflik. Sejumlah anggota menetapkan serangan semacam itu sebagai kejahatan perang. (SF)
Sumber: Anadolu