Warga Arab Palestina Mau Peringati 63 Tahun Pembantaian di Kafr Qasim
SALAM-ONLINE: Komite Tinggi Tindak Lanjut untuk Warga Arab-Palestina di wilayah jajahan Zionis menyerukan peringatan menandai 63 tahun Pembantaian di desa Kafr Qasim yang dilakukan oleh pasukan Zionis, Arab48.com melaporkan pada Jumat (25/10/2019).
Komite menyerukan orang-orang Arab di sekolah-sekolah di sekitar wilayah jajahan untuk memperingati momen pahit ini. Pembantaian di desa Kafr Qasim itu terjadi pada 29 Oktober 1956, ketika tentara pendudukan Zionis membunuh 49 warga Palestina.
“Kami menekankan seruan kami untuk memperingati acara penting ini,” kata Komite itu yang meminta sejumlah sekolah Arab untuk menyelenggarakan acara dua jam terkait pembantaian tersebut.
Komite itu menegaskan kembali nilai-nilai kegigihan dalam mempertahankan “Tanah Palestina Satu-satunya” untuk mendapatkan “hak-hak bangsa Palestina yang sah”.
Arab48.com seperti dikutip Middle East Monitor (MEMO), Sabtu (26/10) melaporkan bahwa Komite telah menyiapkan beberapa acara yang menandai peringatan pembantaian, termasuk puisi, film, data dan pedoman untuk para guru.
Pembantaian di Kafr Qasim terjadi pada 29 Oktober 1956 di Palestina. Ketika itu, setelah pukul 17:00, militer rezim Zionis, tanpa pemberitahuan sebelumnya, menggelar pemeriksaan dan pemberlakuan jam malam di desa-desa Palestina, termasuk desa Kafr Qasim.
Mayor Shmuel Malinki, dalam sebuah pertemuan singkat melaksanakan perintah komando militer Zionis menginstruksikan bawahannya untuk menembak mati warga Palestina yang pulang ke rumah setelah pukul 17:00.
Saat itu sekitar pukul 17:00, puluhan penduduk Kafr Qasim mencoba kembali ke rumah mereka. Namun aparat keamanan memberondong mereka dengan peluru dan menyebabkan 48 orang gugur syahid, termasuk 19 laki-laki, enam perempuan dan 23 anak-anak di bawah usia 18 tahun. Jumlah tersebut terhitung menjadi 49 orang karena salah satu wanita yang gugur syahid itu dalam keadaan hamil.
Pembantaian di Kafr Qasim merupakan kejahatan terbesar kedua Zionis di Palestina setelah pembantaian Deir Yassin. Tragedi Deir Yassin terjadi pada 9 April 1948, sebulan sebelum pendudukan Palestina dan pengumuman pembentukan negara ilegal “Israel”. Ketika itu pasukan Zionis menyerang desa Deir Yassin di barat Baitul Maqdis.
Sebanyak 800 anggota organisasi teroris Irgun dan Lehi menyerang desa Deir Yassin yang telah diblokade dan membantai lebih dari 245 warga Palestina. Mayoritas korbannya adalah perempuan dan anak-anak.
Peristiwa mengerikan ini menunjukkan bahwa Zionis “Israel” didirikan melalui terorisme dan penjajahan terorganisir. Keberlangsungan hidup rezim ilegal ini juga dengan cara pembunuhan, teror, pelanggaran Hak Asasi Manusia dan kejahatan perang.
Rezim ilegal Zionis didirikan atas dukungan Inggris dan Amerika Serikat serta di bawah naungan organisasi-organisasi teroris-Zionis seperti Irgun, Haganah dan Stern. Organisasi-organisasi ini selalu melakukan pembunuhan massal terhadap warga Palestina di tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan, toko, bus dan lokasi lainnya untuk menciptakan ketidakamanan dan ketakutan terhadap warga Palestina sehingga mereka terpaksa meninggalkan rumah dan tanah airnya.
Sejak keberadaan penjajah Zionis, masyarakat internasional sering menyaksikan berbagai kejahatan rezim ilegal ini terhadap rakyat Palestina dan warga Arab. Pembantaian warga Palestina di Kafr Qasim, Deir Yassin dan kejahatan-kejahatan lainnya seperti agresi militer Zionis ke Jalur Gaza selama 22 hari pada 2009, delapan hari pada 2012 dan 50 hari pada 2014 hanya sebagian dari kejahatan rezim ilegal itu yang menunjukkan dengan jelas tentang hakikat gerombolan penjahat dan anti-kemanusiaan ini.
Kejahatan rezim ilegal Zionis sedemikian parahnya sehingga untuk menghilangkan bekas dan dampak dari kejahatan itu dari lokasi terjadinya, mereka dalam waktu lama tidak mengizinkan wartawan dan pengamat internasional mengunjungi lokasi tersebut.
Menyusul tekanan opini publik, PBB berulang kali berusaha memperjelas dimensi kejahatan rezim ilegal Zionis melalui pembentukan Komite-komite Pencari Fakta. Namun hambatan yang dibuat Zionis “Israel” dan dukungan AS kepada penjarah tanah Palestina itu telah mencegah upaya tersebut. Bahkan dalam beberapa kasus, rezim ilegal Zionis menolak pengiriman Komite Pencari Fakta ke negara Pelestina yang diduduki/dijajah.
Beberapa waktu lalu, sebuah Komite Pecari Fakta PBB yang dipimpin oleh Richard Goldstone menyusun laporan hasil dari penyelidikan kejahatan rezim ilegal Zionis dalam agresinya ke Gaza selama 22 hari. Goldstone menyusun laporan setebal 574 halaman dengan dukungan data, foto dan wawancara lebih dari 200 saksi. Namun pada akhirnya, laporan ini hanya menjadi arsip Dewan HAM PBB. Dan masyarakat internasional belum melihat pengadilan terhadap Zionis “Israel”.
Namun yang pasti, demonstrasi luas warga Palestina di hari pembantaian Kafr Qasim membawa pesan bahwa kejahatan-kejahatan tersebut tidak akan pernah terlupakan. Rakyat Palestina tidak akan pernah menyerah hingga mencapai cita-cita luhur mereka untuk menyeret rezim ilegal Zionis ke pengadilan internasional untuk mempertanggung jawabkan semua kejahatan dan kebiadaban mereka. (ra/mus/salam)
Sumber: MEMO, Parstoday