Myanmar Tolak Investigasi Terkait Kejahatan terhadap Muslim Rohingya
Rezim Myanmar menyatakan bahwa pihaknya tidak harus mematuhi keputusan Pengadilan Kriminal Internasional/International Criminal Court (ICC) dengan dalih negara itu tidak termasuk dalam bagian Statuta Roma.
YANGON (SALAM-ONLINE): Myanmar telah menolak keputusan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk melakukan investigasi atas kejahatan terhadap minoritas Muslim Rohingya.
Juru bicara rezim Myanmar, Zaw Htay, mengatakan pada Jumat sebagaimana dilansir kantor berita Anadolu, Ahad (17/11/2019) bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi (yang memberlakukan sebuah undang-undang berdasarkan hukum) atas Myanmar karena negara tersebut bukan merupakan anggota atau bagian dari Statuta Roma.
Dikutip dari Wikipedia, Statuta Roma Pengadilan Kejahatan Internasional (seringkali disebut sebagai Statuta Pengadilan Kejahatan Internasional atau Statuta Roma) adalah traktat yang mendirikan pengadilan kejahatan internasional (International Criminal Court, disingkat ICC).
Statuta tersebut diadopsi di sebuah konferensi diplomatik di Roma pada 17 Juli 1998 dan diterapkan pada 1 Juli 2002. Pada Maret 2016, 124 negara menjadi anggota untuk statuta tersebut. Statuta tersebut membentuk fungsi, yurisdiksi dan struktur.
Statuta Roma menentukan empat inti kejahatan internasional: genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan agresi.
“Keputusan ICC tidak sesuai dengan hukum internasional,” kata Htay.
Mengingat bahwa rezim dan militer Myanmar membentuk dua komisi investigasi independen, Htay mengklaim, ” Jika pelanggaran hak asasi manusia ditemukan, kami akan bertindak sesuai dengan hukum.”
Pada Kamis (14/11) lalu, para hakim di ICC menyetujui permintaan penuntutan untuk menyelidiki kejahatan terhadap minoritas Muslim Rohingya di Myanmar.
Bangladesh adalah negara anggota ICC, sementara Myanmar, yang bukan merupakan anggota dari pihak Statuta Roma, dituduh melakukan pelanggaran yang meluas terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah melarikan diri dari Myanmar. Mereka menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan penumpasan terhadap komunitas minoritas Muslim itu pada Agustus 2017. Kebiadaban aparat Myanmar ini menyebabkan jumlah warga Muslim Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh meningkat sampai di atas 1,2 juta.
Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan Myanmar, demikian laporan Ontario International Development Agency (OIDA).
Dikatakan, lebih dari 34.000 Rohingya juga dibakar hidup-hidup, sementara lebih dari 114.000 lainnya disiksa, kata OIDA dalam sebuah laporan, berjudul, “Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terungkap”.
Dalam laporan itu juga disebut, sekitar 18.000 perempuan dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar. Selain itu, lebih dari 115.000 rumah warga Rohingya dibakar dan 113.000 lainnya dihancurkan, demikian laporan OIDA. (mus/salam)
Sumber: Anadolu