JAKARTA (SALAM-ONLINE): Pakar hukum dari Universitas Indonesia Chudry Sitompul mempertanyakan pihak yang mengusulkan mediasi dalam kasus dugaan penistaan terhadap Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang dituduhkan terhadap Sukmawati, sebagaimana diharapkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Menurutnya, permintaan Ma’ruf agar kasus penodaan terhadap Rasulullah (Shallallahu ‘alaihi wa Sallam) itu dimediasi, tidak jelas, karena pihak yang dirugikan Sukmawati dalam pernyataannya adalah seluruh umat Islam, bukan organisasi kemasyarakatan (ormas) tertentu.
“Kalau mediasi, siapa yang mau lakukan, tidak jelas. Ini kan yang dirugikan yang Muslim, publik. Sekarang ini semestinya mediasinya enggak bisa karena yang dirugikan umum, bukan kelompok tertentu,” katanya, dikutip dari CNNIndonesia, Jumat (22/11/2019).
Permintaan Ma’ruf agar dilakukan mediasi dalam kasus Sukmawati, kata Chudry, secara implisit telah menyatakan bahwa putri Soekarno tersebut bersalah.
Chudry mengatakan, dalam hal ini Ma’ruf bermaksud agar Sukmawati meminta maaf dan tidak sampai diseret ke pengadilan seperti Ahok yang dulu menolak meminta maaf kepada umat Islam.
Chudry menilai delik Pasal 156a KUHP penting untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menghindari permasalahan antarumat beragama di Indonesia yang lebih rumit di hari mendatang.
“Pertimbangan ini tetap ada, saya kira karena kita beraneka ragam, plural. Suatu saat bisa saja nanti hina agama lain (bukan Islam). Kalau tidak ada pasal ini masyarakat kita tambah banyak masalah,” tuturnya.
Namun begitu, Chudry menambahkan, pemerintah dan DPR perlu menambahkan poin penjelasan terkait pasal penodaan agama dalam rancangan KUHP. Menurutnya, penjelasan tersebut penting agar penodaan agama tidak menjadi pasal karet.
“Mumpung belum disahkan, dalam penjelasan RKUHP ini bukan dalam wacana intelektual misalnya yang diserang jelas terkait ajaran agama supaya jangan multitafsir,” ujar Chudry.
Sumber: CNNIndonesia