Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE: Jika kasus penodaan/penistaan terhadap Islam yang dilakukan Sukmawati dan Abu Janda tidak diproses dengan serius, padahal elemen delik penodaan tersebut sangat mudah dibuktikan, maka negara ini berada dalam fase “darurat hukum”. Maka, rezim yang membiarkan atau tak peduli dengan umat Islam yang merasa disakiti karena Nabi atau Keyakinannya dinistakan, layak untuk disebut “Rezim Abu Janda”. Nyeleneh, bikin jengkel dan ugal ugalan.
Islam dan Nabi yang boleh dipermainkan di negara Pancasila adalah ironi dan menantang kemarahan umat. Memancing ketidakstabilan politik dan keruntuhan moral dari pimpinan nasional. Meracuni diri sendiri. Jika tak disadari dan introspeksi maka racun itu akan menghancurkan Pemerintahan.
Baru baru ini muncul penghinaan lagi pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam oleh Gus Muwafiq. “Kiai” yang nyeleneh ini menganggap Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam saat kecil tak terurus, “rembes”. Dugaan yang tak menghargai pemeliharaan Allah atas Nabi sejak kecil. Seperti Sukmawati yang membandingkan dengan Ir Soekarno, Gus Muwafiq menyamakan Nabi dengan anak anak “ingusan”. Ngarang, tanpa bukti.
Tanpa proses hukum yang obyektif dan tegas maka penghinaan akan terus muncul tiada henti. Rezim Jokowi mesti menghentikan ini dengan langkah hukum yang konsisten. Perintahkan aparat kepolisian untuk menjalankan perintah undang-undang. Janganlah Presiden “ongkang-ongkang kaki” di tengah negara yang sedang mengalami “darurat hukum” ini.
KPK dikebiri. Kasus penusukan Wiranto tak jelas. Perda dibasmi demi investasi. Tanpa dasar hukum digencarkan program deradikalisasi. SKB ASN seenaknya dibuat bukan berdasarkan aspirasi. Polisi awasi masjid untuk menakut-nakuti. Koruptor “sipit” yang lari ke luar negeri tak dicari. Koruptor di dalam negeri diberi grasi. Anak PAUD dicurigai. Kurikulum diamputasi demi moderasi. Komisaris Utama sebuah BUMN, mantan Napi. Nikah harus lulus sertifikasi. Majelis Ta’lim pun dikooptasi.
Luar biasa. Ini negara “merdeka” rasa “jajahan”. Sok milenial tapi praktiknya kolonial.
Negara darurat hukum, artinya bisnis dan politik adalah panglima. Hukum berfungsi melayani politik dan bisnis. Hukum adalah alas kaki. Konstitusi menyatakan Indonesia adalah Negara Hukum. Maka, segala upaya yang diarahkan untuk melemahkan atau memperdaya hukum itu adalah perbuatan melanggar Konstitusi. Presiden yang mengklaim “satu-satunya” lembaga yang punya visi dan misi mutlak menjadi penanggung jawab.
Presiden yang melanggar Konstitusi harus dimakzulkan. Dimakzulkan dengan dasar Konstitusi. Demi kewibawaan negeri.
*) Pemerhati Politik
Yogyakarta, 3 Desember 2019