Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE: Kejutan lagi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni tertangkap tangannya Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dalam kasus suap penetapan anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Penyidikan berlanjut ke markas PDIP. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bakal turut diperiksa. Kantor PDIP di Jalan Diponegoro dicoba digeledah tapi belum terealisasi. Masih ada hambatan administrasi menurut petinggi partai.
Kasus suap ini berkaitan dengan “perjuangan” menjadikan Harun Masiku Caleg PDIP Dapil I Sumatera Selatan sebagai anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW) untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. KPU sendiri telah menetapkan Riezky Aprilia sebagai pemenang suara terbanyak kedua sebagai pengganti.
Surat pengajuan PDIP untuk Harun Masiku ditandatangani Ketum Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto, sebagaimana dilansir media (CNN Indonesia, 10/1/2020). Diberitakan, PDIP sampai tiga kali mengajukan nama Harun ke KPU. Ketua KPU Arief Budiman memastikan tanda tangan Megawati dan Hasto ada di surat permohonan terakhir yang dibahas KPU dalam Rapat Pleno pada Senin (6/1).
Wahyu memimpin operasi dan biaya operasional yang diminta sebesar 900 juta. Secara bertahap dana telah dialokasikan. Bahasa atau kode yang digunakan Wahyu Setiawan untuk menyatakan kesiapannya meloloskan Harun Masiku dalam PAW menjadi anggota DPR adalah “Siap, mainkan!”, sebagaimana diungkap Wakil Ketua KPK Lili Pantauli Siregar kepada wartawan.
“Siap, mainkan!” menandai kesiapan mengupayakan sesuatu yang musykil. Urutan keenam ingin menggeser urutan kedua dengan dasar otoritas partai. Meski sementara gagal dan KPU masih bergeming, namun adanya kesiapan memainkan menandai celah itu ada dan masih terbuka. Delapan orang sudah diamankan KPK.
Adakah permainan itu hal yang biasa? Akankah kasus Wahyu Setiawan merembet pada keterlibatan Komisioner lain, atau lebih mengejutkan Wahyu bisa membongkar kasus lain yang melibatkan para Komisioner? Wahyu diduga sedang memegang kartu.
Mungkinkah PDIP yang ditarget itu juga akhirnya membalas membongkar persekongkolan lain, misalnya dalam Pilpres? Masih ditunggu episode lanjutan “KPU Gate” ini.
Dari awal ketika hitung suara hasil Pilpres 2019 sudah terasa aroma KPU yang diragukan kebersihannya. Kecurangan masih menggema hingga kini. Ada yang berseloroh, “Sekarang boleh ditutup, besok akan terbuka juga.”
Ketika Prabowo siap menjadi Menteri Jokowi, pendukung kecewa dan berkomentar bagaimana bisa bersekutu Prabowo dengan Presiden yang mendapat suara melalui kecurangan? Komentar itu muncul ketika pembela Prabowo menyatakan bahwa kesiapan menjadi Menhan adalah bagian dari strategi.
Wahyu Setiawan adalah “penjebol” benteng kokoh KPU. Publik ingin melihat efek dari penjebolan ini. Adakah KPU dan Wahyu itu satu atau Wahyu hanya satu-satunya yang curang dari Komisioner KPU. Kita patut memonitor sikap dan reaksi Ketua Arif Budiman terhadap kasus yang menimpa rekannya ini.
Kita berharap KPK serius dan serius.
*) Pemerhati Politik
Bandung, 11 Januari 2020