Saatnya Umat Berbuat Sesuai Arahan Rasulullah

Catatan KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA*

SALAM-ONLINE: Begitu wabah Covid-19 menyebar pertama kali di Wuhan, Cina, kehadirannya ibarat alarm yang membangunkan semua negeri di dunia ini untuk mempersiapkan kemungkinan hadirnya virus tersebut di negeri masing-masing.

Sayangnya, alarm yang juga secara khusus “dibunyikan” WHO sejak Januari 2020 tersebut tidak berhasil sepenuhnya membangunkan para penguasa di negeri ini.

Di antara mereka ada yang bahkan “tertidur pulas” selama dua bulan, menikmati mimpi membangun Ibu Kota baru dan berbagai infrastruktur di negeri ini.

Di “alam mimpi”, sempat juga terdengar di antara mereka ada yang mendengkur dan mengigau, meyakinkan kepada masyarakat yang sedang bingung dan ketakutan, bahwa wabah tersebut tidak ada di negeri ini. Bahkan ada juga yang terkekeh-kekeh, tertawa terbahak-bahak sambil memperolok-olokan kehadiran wabah yang telah membuat sebagian masyarakat tidak bisa tidur karena dihantui oleh keresahan dan kegelisahan.

Ketika mereka kemudian terjaga dari tidurnya, mereka pun terkesan berupaya menutup-nutupi dengan “selimut tidur” mereka atas keberadaan wabah yang sudah menelan banyak korban di tengah masyarakat itu.

Para pemimpin dunia pun dibuat geleng-geleng kepala oleh ulah mereka. Bahkan Perdana Menteri Australia yang begitu sangat yakin bahwa keberadaan wabah Corona itu di Indonesia memang sengaja ditutup-tutupi, segera mengharamkan warganya berkunjung ke negeri ini.

Ketika korban demi korban mulai berjatuhan, pemerintah pun terkesan sibuk sekaligus bingung akibat minimnya persiapan sebelumnya. Angka korban yang terjangkit pun semakin tidak bisa dibendung. Kekurangmampuan pemerintah nampak jelas dari ketidaksiapan mendukung sepenuhnya kebutuhan para tenaga medis, seperti penyediaan APD, Swab Test yang memadai, penyediaan ventilator, obat-obatan dan kebutuhan-kebutuhan medis lainnya.

Melihat kekurangsiapan pemerintah pusat, maka beberapa pemda termasuk DKI mencoba mengambil langkah dalam upaya menyelamatkan nyawa warganya. Namun, entah dengan alasan apa, di antara mereka ada yang ditegur. Beberapa keputusan dan kebijaksanaanya pun dianulir.

Yang lebih luar biasa lagi, aturan yang dibuat kemudian oleh pemerintah pusat terkesan mencla-mencle. Darurat sipil yang usianya tidak sampai 24 jam, segera dikesampingkan setelah banyaknya kritikan bahkan kecaman, terutama dari para ahli hukum dan tokoh masyarakat.

Perppu nomor 1 tahun 2020 terkesan lebih banyak mengatur penanggulangan ancaman krisis ekonomi, dibandingkan dengan upaya pencegahan dan penanganan wabah COVID-19 itu sendiri.

Tidak ada yang salah sebenarnya, bahkan sangat tepat ketika MUI mengeluarkan fatwa, agar umat yang berada di daerah zona merah untuk tidak melaksanakan shalat Jumat di Masjid. Dan menggantinya dengan shalat Zuhur di rumah masing-masing. Sementara yang tidak berada di zona merah tetap melaksanakan kewajiban shalat Jumat.

Baca Juga

Sayangnya, sejak dikeluarkannya fatwa tersebut sampai dengan saat ini masih banyak umat Islam yang bingung dalam merealisasikannya. Itu akibat dari tidak jelasnya wilayah mana yang termasuk dan yang tidak termasuk zona merah. Ketidakjelasan ini akibat logis dari tidak adanya pemetaan yang rinci dari pemerintah pusat maupun daerah.

Dalam kondisi pemerintah yang terkesan bingung ini, harusnya setiap pejabat pemerintah membuka diri untuk menerima kritikan dan masukan demi keselamatan bangsa dan negara. Tapi yang terjadi dan sangat patut disayangkan, justru munculnya sikap arogan, seperti pernyataan siap memenjarakan pihak yang mengkritiknya.

Padahal jika kritikan dari masyarakat itu memang dianggap kurang tepat menurut yang bersangkutan, bukankah dalam alam demokrasi ini, setiap orang terlebih seorang pejabat punya peluang yang luar biasa untuk menanggapinya lewat media massa. Media tentu sangat siap memberitakan setiap kata bahkan huruf yang keluar dari mulut seorang pejabat.

Agar masyarakat tidak semakin hanyut dalam ketidakpastian. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang sudah tidak kuat lagi menahan kekesalan. Lalu memuntahkan kekesalan mereka di media sosial (medsos). Tanpa juga berbuat apa-apa, kiranya akan lebih baik jika masyarakat sementara ini tidak terlalu mengharapkan sesuatu dalam kabut ketidakpastian ini.

Kini sudah tiba saatnya masyarakat (umat) untuk segera berbuat. Berupaya memikirkan sekaligus berperan seoptimal mungkin mengatasi dan menyelamatkan diri masing masing. Lalu berjuang membantu saudara-saudaranya yang membutuhkan perhatian dan bantuan.

Jika seseorang hanya rakyat biasa, maka sesuai dengan arahan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, minimal harus memperhatikan 40 rumah ke depan, ke belakang, ke kanan dan ke kiri. Upaya untuk membantu orang lain, terutama saudaranya sesama Muslim di antaranya dengan memanfaatkan dana dari zakat maal, shodaqoh dan berbagai bentuk infaq lainnya.

Kendati zakat maal seseorang katakanlah batasan “haul” nya baru akan jatuh pada Ramadhan bulan depan misalnya, tidak ada salahnya, bahkan akan jauh lebih baik lagi jika dikeluarkan lebih awal demi mengatasi situasi yang genting seperti ini.

Agar dana umat bisa didayagunakan secara optimal bagi para mustahiq, maka hendaknya ditangani oleh pihak yang amanah. Beberapa tokoh atau perwakilan warga misalnya bermusyawarah dan membicarakan hal ini dengan pihak DKM (Ta’mir) masjid setempat, lalu membentuk tim khusus pengumpulan maal dari para muzakki dan mushaddiq.

Dalam hal pendistribusian dana yang sudah terhimpun, tim tersebut bisa bekerja sama dengan Ketua RT, Ketua RW, aparat kelurahan dan kecamatan untuk memperoleh daftar mustahiq . Jika tidak didapat mustahiq di kelurahan setempat bisa bergeser ke kelurahan yang agak jauh.

Semoga dengan upaya ini kita bisa saling membantu dalam menangani wabah Covid-19, sekaligus terhindar dari ancaman Allah Subhanahu wa Ta’ala lewat sabda Rasul-Nya: “Tidaklah beriman kepadaku (risalah Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) seseorang yang tidur dengan nyenyak karena perutnya sudah kenyang, sementara para tetangganya tidak bisa tidur karena menahan lapar, padahal yang bersangkutan mengetahuinya.”

Dengan upaya ini juga Insyaa Allah kita telah menyelamatkan para “Ambilin” dari memenuhi perut mereka dengan bara api neraka jahannam, akibat dari memakan harta yang bukan haknya.

*) Penulis adalah Ketua Umum Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI)

Baca Juga