SALAM-ONLINE: Proses penyusunan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) sebagai inisiatif DPR RI ini terbilang sangat cepat, tidak transparan, tidak partisipatif dan tidak aspiratif. Ketergesaan ini ditunjukkan oleh situasi dan kondisi di bulan Ramadhan dan di tengah pandemi Covid 19.
Rapat-rapat hanya dihadiri oleh jumlah anggota yang minim. Kehadiran secara virtual ini juga tak bisa dipertanggungjawabkan mekanismenya berdasarkan Tata Tertib DPR RI. Hal ini tentunya menimbulkan cacat moral dan cacat hukum.
Demikian disampaikan oleh Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Indonesia dalam Pernyataan Sikapnya terkait RUU HIP yang disampaikan di Bandung, Sabtu, 21 Syawwal 1441 H/13 Juni 2020 M.
“Substansi RUU HIP ini banyak mengandung dan mengundang berbagai masalah yang bertentangan dengan tata cara pembentukan norma yang baik,” kata Ketua Umum ANNAS KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA, saat membacakan Pernyataan Sikap tersebut.
ANNAS menilai, dari aspek historis RUU HIP ini tidak didasarkan pada kebenaran dan kesahihan sejarah lahirnya Pancasila. Seolah disimplifikasi hanya dari Pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945. Dari aspek filosofis sangat jelas dan tegas telah mendegradasi Pancasila sebagai Falsafah Bangsa. Pancasila direduksi jadi Trisila dan Ekasila yang sesungguhnya telah menafikan dan merendahkan nilai keutuhan dari Pancasila itu sendiri.
“Dari pendekatan yuridis, ternyata Pancasila yang merupakan Norma Fundamental Negara yang seharusnya menjadi landasan dan sumber hukum utama, telah berubah kedudukan dan fungsinya menjadi norma teknis operasional. Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945. Seharusnya dijabarkan dan dimuat dalam Batang Tubuh UUD 1945 atau Ketetapan MPR RI sebagai Aturan Dasar Negara,” ujar KH Athian.
Dari aspek sosiologis-politis pun, lanjut Kiai Athian Ali, RUU HIP sangat tidak memenuhi persyaratan, karena masyarakat menilai tidak ada urgensi dan manfaat adanya RUU ini. Masyarakat menilai bahwa RUU HIP ini telah dijadikan landasan bagi Tafsir Tunggal Pancasila, sehingga pemikiran dan pemahaman tentang Pancasila sangat disandarkan pada kepentingan penguasa.
Bahkan, kata KH Athian, yang paling fatal kesalahannya adalah tidak dimasukkannya dalam RUU HIP, baik dalam konsideran Menimbang maupun Mengingat, yaitu Tap MPRS No. XXV tahun 1966 tentang Pembubaran PKI, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Indonesia dan Larangan setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
“Padahal secara substansial RUU HIP ini akan mengatur tentang ideologi yang semestinya TAP MPRS inilah yang menjadi rujukan utamanya,” ujarnya.
Parahnya lagi, Agama disejajarkan dengan rohani dan budaya. Agama dianggap sebagai gejala sosial yang sama dengan produk budaya. Konsepsi Ketuhananan Yang Maha Esa diminimalisasi bahkan dieliminasi.
“Komunisme sangat merendahkan Agama dan otoritas Ketuhanan. Masyarakat tidak menghendaki Pancasila dilecehkan dan direndahkan oleh RUU HIP ini karena Pancasila tidak bertentangan dengan Agama,” lanjutnya.
ANNAS setelah melakukan kajian internal, mendengar aspirasi dari para tokoh masyarakat, 44 ormas dan lembaga dakwah serta para akademisi bertekad menyadarkan dan mengajak umat Islam dan seluruh bangsa Indonesia untuk kembali ke Pancasila sebagai ideologi Bangsa.
“Untuk itu perlu upaya menggalang kekuatan bersama dalam melawan pengaruh dan pengembangan ajaran komunisme yang dilakukan oleh Neo PKI sebagai inisiator RUU HIP, baik di dalam maupun di luar DPR RI,” tegasnya.
Berdasarkan alasan dan argumentasi di atas, ANNAS menyatakan sikap menolak dengan tegas RUU HIP untuk menjadi Undang-Undang.
“ANNAS juga mendesak kepada DPR RI untuk tidak melanjutkan dan segera menghentikan pembahasan RUU HIP,” kata KH Athian.
Selanjutnya ANNAS mengimbau dan mengajak kepada semua pihak antara lain Tokoh Agama, Organisasi Kemasyarakatan, Lembaga Dakwah, para cendekiawan, akademisi dan aktivis perjuangan pembela Islam, serta berbagai komponen masyarakat sipil lainnya untuk bergandeng tangan guna menghadang dan menggagalkan RUU HIP ini menjadi Undang-Undang.
ANNAS juga mengajak umat Islam dan seluruh elemen bangsa untuk lebih mengokohkan soliditas berbangsa dan bernegara, tidak terpancing oleh misi kepentingan kelompok yang terang-terangan maupun secara terselubung melakukan aksi fitnah dan adu domba yang ujungnya adalah upaya pelemahan daya tahan umat Islam sebagai pilar kekuatan bangsa dan Negara Indonesia.
“Karena itu, kami mengimbau dalam upaya perjuangan penolakan RUU HIP ini tetap mengedepankan ketaatan pada hukum, etika dan prosedur, serta menjaga ketertiban dan keamanan,” seru Kiai Athian.
“Terakhir, ANNAS mendesak dengan sangat kepada TNI/Polri dan tokoh ulama untuk segera mengambil langkah dalam upaya menjaga kemurnian Pancasila dan keutuhan NKRI dari ancaman Neo PKI,” tegas Ketua Umum Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) ini. (S)