Catatan KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA*
SALAM-ONLINE: Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan maklumat penolakan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). PP Muhammadiyah telah pula menyatakan tekadnya untuk mengawal RUU tersebut dengan menyiapkan tim “jihad konstitusi” yang diketuai Sekretaris Umumnya, Dr Abdul Mu’ti.
Nahdlatul Ulama (NU) lewat Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mewanti-wanti agar DPR tak tergesa-gesa membahas rancangan beleid tersebut.
Sebelumnya berbagai ormas Islam, harokah dan lembaga dakwah di berbagai daerah di Tanah Air juga sudah menyatakan penolakannya.
Sementara itu, setelah melakukan kajian internal, mendengar aspirasi dan masukan dari ANNAS Wilayah dan Daerah, para tokoh masyarakat, 44 ormas dan Lembaga dakwah serta masukan dari para akademisi, baik dari aspek Ideologis, historis, filosofis, yuridis dan sosilogis-pilitis, maka Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) juga menyatakan sikap yang sama, menambah derasnya gelombang Penolakan terhadap RUU HIP.
Mengapa gelombang penolakan terhadap RUU HIP semakin hari semakin tak terbendung? Tidak lain karena secara de facto penduduk negeri ini memang mayoritas agamis dan pancasilais. Sementara RUU HIP diyakini oleh pihak yang menolak, sangatlah bertentangan dengan asas, prinsip dan norma Agama dan Pancasila.
Setiap yang beragama, pasti akan menolak tegas RUU HIP yang diyakini sangat mengerdilkan Agama, dimana Agama yang sangat disakralkan oleh setiap pemeluknya dan diyakini sebagai wahyu Ilahi yang mutlak kebenarannya, dalam RUU HIP disejajarkan dengan rohani dan budaya yang nisbi sifatnya. Ketuhanan Yang Maha Esa diubah menjadi “Ketuhanan yang berkebudayaan”.
Setiap yang pancasilais sejati juga pasti akan menolak setiap upaya mendegradasi dan mengkhianati Pancasila hasil konsensus nasional yang dalam RUU HIP ini disederhanakan menjadi Trisila yang kemudian terkristalisasi dalam Ekasika yaitu gotong royong.
Kita semua tentu mafhum dan yakin sekali, jika di negeri ini tidak ada kelompok orang yang tidak beragama yang sekaligus anti Agama dan Pancasila kecuali PKI.
Karenanya, sangat logis jika banyak pihak menduga Neo PKI ada di balik RUU HIP, terlebih lagi dengan tidak dicantumkannya dalam konsideran TAP MPRS nomor XXV tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-leninisme.
Cukup beralasan kiranya, jika banyak pihak menduga inisiator RUU HIP ini adalah Neo PKI yang berada di dalam maupun di luar DPR RI.
Atas dasar ini dapat dipahami, mengapa MUI di poin ke-8 maklumatnya memberikan peringatan keras : “Bila maklumat ini diabaikan oleh Pemerintah RI, maka kami Pimpinan MUI Pusat dan segenap Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia mengimbau Umat Islam Indonesia agar bangkit bersatu dengan segenap upaya konstitusional untuk menjadi garda terdepan dalam menolak paham komunisme dan berbagai upaya licik yang dilakukannya, demi terjaga dan terkawalnya NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.”
Melihat keras dan derasnya penolakan, adalah sangat logis jika banyak pihak kemudian bertanya: “DPR RI yang ada sekarang ini mewakili siapa?“ karena Mayoritas rakyat Indonesia beragama, dan Mayoritas rakyat indonesia meyakini Pancasila sebagai dasar negara, bukan Trisila, apalagi Ekasila.
Dari sudut pandang yang lain, di samping keprihatinan yang luar biasa, masyarakat, khususnya Umat Islam wajib bersyukur, karena kehadiran RUU HIP telah menampakkan dengan sangat jelas Wajah sesungguhnya DPR RI yang ada sekarang ini.
Dari berbagai sikap politik sebelumnya, seperti dukungan terhadap calon gubernur non Muslim yang telah divonis pengadilan terbukti bersalah karena menodai kitab suci Al Qur’an. Begitu juga, dukungan terhadap perppu No 1 tahun 2020 dan juga RUU HIP, umat Islam seharusnya sudah bisa mengambil ibrah “pelajaran” dari pengalaman pahit selama ini, agar di kemudian hari tidak harus jatuh lagi di lubang penderitaan dan kekecewaan yang sama.
Umat Islam harus pandai membaca mana Partai penjilat, penipu dan pengkhianat yang hanya memanfaatkan suara umat sekadar untuk mengejar dan mewujudkan ambisi pribadi dan kelompoknya.
Atribut Islam dalam suatu partai nampaknya juga tidak selamanya berjalan lurus sekaligus menjamin jika partai tersebut pasti akan selalu memperjuangkan aspirasi umat Islam.
*) Ketua Umum Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI)