Gadis Palestina Ini Mengenang Hari-harinya Saat Berada di Penjara Penjajah
Diborgol dan ditutup matanya, Samah Jaradat menghabiskan hari-harinya di sel bawah tanah penjajah Zionis. Dia mengalami penyiksaan dan penghinaan.
RAMALLAH (SALAM-ONLINE): Ketika tentara Zionis menyerbu rumah mereka lewat tengah malam dekat Ramallah tahun lalu. Mereka diborgol dengan mata ditutup di depan anggota keluarga mereka sebelum dimasukkan ke dalam kendaraan aparat penjajah itu.
Samah Jaradat (22), diseret ke penjara hanya tiga hari setelah lulus dari Universitas Birziet di Tepi Barat. Sembilan hari sebelumnya, teman kuliahnya, Mays Abu Gosh, diambil dari rumahnya dan dibawa ke pusat interogasi Moskobiyeh.
Mereka dituduh terlibat dalam kegiatan serikat mahasiswa di universitas.
Saat itu, masih dini hari, Jaradat ditarik keluar dari rumahnya dan dibawa ke fasilitas militer penjajah.
“Tentara (Zionis) membawa saya ke lokasi yang tidak saya ketahui dan membuat saya bingung. Setelah banyak tindakan yang membahayakan, para interogator memberi tahu saya bahwa saya berada di pusat interogasi Moskobiyeh,” kata Jaradat, ketika menggambarkan saat-saat penangkapannya pada 7 September 2019.
Sebelum memasuki pusat interogasi, gadis Palestina itu menceritakan dia langsung dibawa ke sel isolasi. Di sel isolasi ini kebutuhan dasar bagi manusia bisa disebut sangat minim.
Kepada kantor berita Anadolu, Jaradat mengatakan bahwa temannya, Abu Gosh, yang ditangkap dari kamp Qalandia dekat Ramallah masih memiliki tanda bekas penyiksaan di tubuhnya.
“Mereka merantainya dengan kursi kecil dan kaki menyatu, lengan terulur ke atas, pusar ditarik ke arah tulang belakang. Saya mendengar dia berteriak berkali-kali. Mereka bermaksud mengintimidasi saya dengan cara ini,” ungkapnya yang diberitakan Anadolu, Jumat (17/7/20).
Jaradat dijatuhi hukuman sembilan bulan penjara. Dia dibebaskan pada 4 Juni 2020 lalu. Abu Gosh dijatuhi hukuman 16 bulan. Dia berada dalam Penjara Damon dekat Haifa. Saat ini masih menghabiskan masa hukumannya.
Mengingat hari-harinya di pusat interogasi Moskobiyeh, Jaradat menceritakan dia ditempatkan di sel kecil dengan tembok beton kasar berwarna abu-abu gelap, tanpa jendela.
“Lampu terus dinyalakan sepanjang waktu. Makanannya sangat buruk. Para interogator tidak mengizinkan saya untuk mandi,” katanya.
Satu-satunya perabot di dalam sel adalah kasur cokelat gelap yang kotor tanpa penutup (seprai) dan bantal.
“Toilet dan kamar mandi ada di dalam sel. Air yang terkontaminasi digunakan untuk menyiram seluruh sel, membuatnya jadi bau,” kata Jaradat.
Selama 22 hari di pusat interogasi Moskobiyeh, Jaradat dan teman-temannya menghabiskan waktunya di sel dan menghadapi sesi interogasi yang panjang.
“Mereka mengancam bahwa saya akan tinggal di sel selamanya. Saya mendengarkan teriakan teman-teman saya yang menjadi sasaran penyiksaan fisik. Mereka ditampar, dipukuli dan kepala mereka dibenturkan ke tembok oleh para interogator,” terangnya.
Jaradat mengatakan dia merasa seperti berada di kuburan. Sel-sel itu berada di bawah tanah, sepenuhnya terisolasi tanpa ada orang di sekitar.
“Para advokat dan organisasi kemanusiaan tidak diizinkan mengunjungi saya selama periode ini. Saya muncul di depan pengadilan beberapa kali tanpa perwalian hukum,” katanya.
Menurut Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan, 42 wanita Palestina berada di penjara-penjara penjajah (Zionis). Tiga dari mereka berada di pusat interogasi Moskobiyeh. Ketiganya menjadi sasaran interogasi yang keras dan dikurung dalam sel isolasi. (mus)
Sumber: Anadolu