Catatan KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA*
SALAM-ONLINE: Keberadaan orang-orang yang bermental penjilat, merupakan salah satu penyebab rusaknya tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di negeri ini.
Air ludah mereka nyaris kering, karena setiap saat mereka siap menjilat siapapun yang sedang berkuasa, dengan pujian. Seakan tidak ada lagi manusia yang lebih baik dan lebih mulia dari orang yang dipujanya.
Ketika sang penguasa yang dipujinya sudah tidak lagi berkuasa, maka yang bersangkutan pun beralih memuja dan memuji penggantinya dengan pujian yang sama. Bahkan terkadang lebih dahsyat lagi dari pujian kepada penguasa sebelumnya.
Yang penting bagi si penjilat, ia harus terus menjilat siapa pun yang berkuasa. Tak peduli sebanyak apapun kesalahan si penguasa itu di mata orang-orang yang tidak memiliki mental penjilat seperti mereka.
Mereka adalah wujud manusia yang bukan hanya memiliki sekian wajah. Tapi juga sekian kepribadian. Setiap saat wajah dan kepribadian mereka bisa berubah seperti bunglon yang sedang mengamankan diri di dalam lingkungan yang menguntungkan dirinya, sekaligus memperdaya lawan-lawannya.
Jangan tanya rasa “malu” kepada mereka. Karena rasa itu nyaris sudah tidak ada sama sekali dalam diri mereka.
Rasa malu, kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, hanya ada pada diri orang-orang yang beriman (Al Hadist), yang kemanusiaan mereka masih terjaga di tingkat Ahsanu taqwiim, “sebaik-baik kejadian”. Belum meluncur ke Asfala saa filiin, “tingkat yang paling rendah dan hina” di dunia dan di akhirat nanti (QS At-Tiin: 4, 5).
Jika ada pihak yang mengingatkan, mengkritik dan memberikan masukan kepada si penguasa—yang memang mutlak harus dilakukan demi keselamatan kehidupan bermasyarakat dan bernegara (QS AIi Imraan: 104, 110), maka mereka segera bangkit menyerang si pengkritik dengan melemparkan berbagai kecaman, umpatan dan hinaan. Tidak peduli, apakah para pengkritik dan pemberi masukan itu benar atau tidak.
Intinya, mereka akan selalu berusaha menunjukkan kepada si penguasa bahwa merekalah hamba-hamba sahaya yang sangat setia mengabdi kepada majikannya.
Dari mulut mereka saat berdebat yang selalu meluncur bukan lagi buah pikiran sehat. Tapi semata-mata luapan emosi syaitani. Sangat mungkin, manusia berbudi yang menyaksikan dan mendengarkan ocehan mereka itu dibuat tertawa geli atau bisa juga muntah karena muak.
Ketika berbicara dan berdebat, mereka tak ubahnya orang kentut. Keluar begitu saja tanpa dipikirkan terlebih dahulu dan tanpa peduli lagi jika banyak orang yang tidak suka dengan aroma busuk yang mereka sebarkan.
Agar lebih nampak kesiapan mereka sebagai penjilat sejati, mereka tak segan- segan menghina dan melecehkan Islam.
Celakanya, sebagian dari mereka melakukan itu semua dengan mengenakan atribut-atribut Islam. Bahkan ada di antara mereka juga yang hitam jidatnya.
Sebelum dideklarasikan saja, kehadiran Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sudah membuat mereka panik, ngomong ngelantur, berteriak-teriak sambil menyemburkan sisa-sisa air liur yang masih tersisa.
Boleh jadi, mereka sendiri tidak tahu untuk apa KAMI hadir, karena pihak KAMI sendiri baru saja lahir. Belum menampakkan jati diri dan mewujudkan sepak-terjangnya.
Sangat mungkin KAMI hadir sebagaimana yang dijanjikan para inisiatornya, semata-mata sebagai gerakan moral untuk melaksanakan kewajiban Tawaashaw bilhaq, “Saling mengingatkan dalam kebenaran” (QS Al-‘Ashr: 3) demi tercapainya keinginan dan tekad bersama seluruh anak bangsa untuk menyelamatkan negeri ini.
Keberadaan para penjilat ini sama sekali tidak akan memberi manfaat. Bahkan sangat merugikan negeri ini.
Sayangnya, mereka bisa eksis selama ini sebagai penjilat, juga disebabkan oleh keberadaan sebagian orang yang memang sangat senang dan suka sekali dijilat-jilat.
Mereka sebenarnya memiliki hati dan akal pikiran. Juga punya mata dan telinga. Hanya sayangnya, mereka tidak mempergunakan semua itu sesuai dengan kehendak sang Pencipta, Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar manusia berada di jalur yang benar dalam menjalankan misinya sebagai khalifah di muka bumi (QS Al-Baqarah: 30).
Mereka sepenuhnya dijajah oleh hawa nafsu duniawi, yang membuat mereka tampil tak ubahnya binatang. Bahkan jauh lebih rendah dari binatang (QS Al-A’raaf: 179).
Keberadaan mereka yang sudah kerasukan nafsu syaitani dalam memenuhi syahwat duniawi, ditamsilkan Allah Subhanahu wa Ta’ala bak seekor anjing, yang jika Anda menghalaunya, maka ia akan menjulurkan lidahnya. Jika Anda membiarkannya, maka ia akan tetap menjulurkan lidahnya (QS Al-A’raaf: 176).
Semoga KAMI dan siapapun yang peduli kepada negeri ini, tidak akan terganggu dengan keberadaan mereka. Tetapi terus istiqamah, berjuang bersama seluruh anak bangsa dalam menyelamatkan NKRI yang sama-sama kita cintai.
Dirgahayu Bangsa Indonesia yang ke-75.
Merdeka!
ALLAHU AKBAR!
*) Ketua Umum ANNAS Indonesia dan Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia