Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Menteri Pertahanan boleh jadi penting dan bergengsi apalagi diisi oleh eks puncak lawan politik. Cocok pula dengan latar belakang profesi ketentaraan.
Dalam hal Presiden dan Wakil berhalangan tetap, Menhan menjadi salah satu dari triumvirat yang menggantikannya. Tentu, terlepas dari kekecewaan pendukung atas kesiapan Prabowo yang menjadi Menteri Jokowi.
Ada rasa kasihan ditinggalkan pendukung, akan tetapi itu hak politik yang memang tak bisa dihalangi. Toh risiko sudah dikalkulasi. Prabowo dengan surat wasiat yang terbang dan gebrak podium yang tinggal kenangan seperti macan yang terkurung dalam kandang. Andai mengaum pun lucu-lucu saja membuat anak-anak tertawa.
Kini dengan tidak bermaksud mengecilkan arti pangan bagi kehidupan rakyat, bangsa dan negara, namun ada rasa sedih dan duka Pak Prabowo ternyata semakin menjadi macan yang dipermainkan. Tersiar kabar ada perintah Presiden agar Menhan memperkuat ketahanan pangan dengan program menanam singkong. Rakyat terpaksa harus menepuk jidat, ini tugas Menhan atau Mentan ?
Oh tidak, pangan itu menjadi bagian dari benteng pertahanan lho, sehingga masih dalam ruang lingkup Menhan. Nah kalau begitu semua juga jadi ruang benteng pertahanan, termasuk sandang dan pangan. Lalu Prabowo nanti bisa mengurus perumahan, pakaian dan mungkin juga jalan tol dan pengolahan limbah. Weleh jadi pengikut Luhut Panjaitan, dong. Menteri Superman.
Inilah kabinet “acak kadut”. Menhan ngurus pertanian dan Menko Maritim urus kesehatan. Tapi itu tak aneh juga sih karena ahli mebel juga ngurus Negara. Lebih tak aneh adalah tukang “taik” menjadi Komisaris Utama Pertamina. Negara memang diurus secara asal-asalan.
Kasihan Pak Prabowo. Saat masyarakat memprotes rencana pemindahan ibu kota, Prabowo diam saja. Reaksi ramai Perppu Corona dan Omnibus Law juga tak ada komentar. Nah yang paling ironis ketika penolakan masif RUU HIP, Prabowo “not clearly comment” dan “no action”, malah ikut “ngabring” mengantarkan RUU BPIP ke Mba Puan Maharani.
Betapa mandul dan tercengkeramnya Pak Menhan. Mulut yang bungkam mungkin “taktik” atau “strategi” dan masyarakat, khususnya eks pendukung, hanya dapat mengurut dada. Tapi ketika Prabowo menerima penugasan untuk tanam singkong, masyarakat terpaksa tepuk-tepuk jidat. Kata orang Sunda “kieu-kieu teuing” atau kata orang Betawi “gini-gini amat”.
“Dignity” itu barang mahal yang sulit untuk dilepas. Namun justru ini yang dikhawatirkan telah diserahkan demi kekuasaan. Hampir semua Menteri Joko Widodo menjadi ocehan publik. Ocehan yang menjadi goresan hitam untuk Kabinet dan masa depan pribadi.
Prabowo nampaknya sudah tak perlu berpikir karir politik. Kini bertekad saja untuk memberi manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat dengan membuat tapak. Menjadi Presiden dengan berlindung di bawah ketiak Pak Joko Widodo adalah keliru. bagai berada di ruang tipu-tipu. Warisan cara dan pola curang.
Kekuasaan dari hasil curang hanya akan menempatkan diri menjadi musuh rakyat ke depannya. Hal ini sama saja dengan mengejar bayang-bayang kuasa yang sia-sia.
Kasihan memang Pak Prabowo.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 9 Safar 1442 H/27 September 2020 M