Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Sudah lama soal reshuffle diributkan. Ditunggu ada suntikan baru yang mampu menyelamatkan Kabinet Joko Widodo yang dipandang sudah “babak belur”. Sulit menyebut Menteri yang berprestasi dan mendapat pujian publik. Reshuffle diharapkan dapat mencerahkan.
Telah diumumkan penggantian Menteri. Entah kebetulan atau tidak saat publik menyoroti kasus pembunuhan enam laskar oleh aparat, ternyata enam Menteri juga yang diganti. Seperti di Km 50, dua Menteri telah “tewas” lebih dulu untuk beristirahat dengan tenang di ruang tahanan.
Pengganti Menteri Kelautan dan Perikanan adalah Sakti Wahyu Trenggono, Wakil Menhan. Dan posisi Menteri Sosial dijabat oleh Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya.
Namun, reshuffle ini mengerutkan kening untuk tiga hal, yaitu:
Pertama, Risma adalah figur yang selama menjadi Wali Kota Surabaya dikenal berperilaku kontroversial, baik karena pemarahnya maupun senang “berakting” pencitraan. Belum jelas kecocokan kapasitas sebagai Mensos selain bahwa ia menggantikan rekan separtainya Juliari Batubara dari PDIP.
Kedua, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Mengagetkan, bukan karena keahlian yang diperkirakan tidak cocok, akan tetapi karena status sebelumnya sebagai cawapres saat bertarung dengan pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Lengkap sudah “kekalahan” pendukung PS-Uno. Pesaing hebat yang dibela hingga menewaskan 9 orang pendukung setia itu kini kedua-duanya menjadi Menteri Joko Widodo-Ma’ruf.
Ketiga, Menteri Agama yang ternyata Ketua Pemuda Anshor Yaqut Cholil Qoumas juga dikenal tokoh kontroversial. Agama yang mestinya jadi penyejuk nampaknya akan dibawa untuk melanjutkan “panas” dan “gaduh”nya seperti Menag terdahulu. Sulit percaya bahwa Menteri Agama kini dapat menjadi tokoh tengah agregator pemahaman keagamaan yang beragam. Kematangan yang diragukan.
Menteri Kesehatan pengganti Terawan yaitu Budi Gunadi Sadikin ternyata bukan dokter. Ini merupakan pengurangan penghargaan dan kepercayaan kepada profesi dokter yang layak untuk memimpin kementerian yang mengurus kesehatan.
Agar kening tidak tambah berkerut, sebaiknya publik, khususnya para aktivis, tidak terpengaruh pada kebijakan reshuffle yang tak mencerahkan itu. Tetap fokus pada persoalan pemberantasan korupsi, keadilan hukum yang belum tegak, serta pelanggaran HAM yang semakin menjadi-jadi.
Reshuffle Kabinet itu pada kenyataannya lebih berorientasi pada permainan di lingkungan pemerintahan sendiri ketimbang berbuat untuk kepentingan rakyat banyak.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 8 Jumadil Awwal 1442 H/22 Desember 2020 M