Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Mahfud MD bukan seorang pengamat yang hanya dipandang untuk opininya, tetapi ia adalah Menkopolhukam, pejabat kompeten untuk melakukan “judgement” situasi politik dan keamanan. Termasuk menilai profil figur Prof Dr Din Syamsuddin, MA apakah radikal atau tidak. Artinya berbahaya atau tidak bagi bangsa dan negara.
Pernyataan penting dari Pak Mahfud adalah bahwa Din Syamsuddin bukan atau tidak radikal. Ini mematahkan upaya Gerakan Anti Radikal (GAR) Alumni ITB yang melaporkan Din Syamsuddin kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sebagai figur yang radikal. Di tengah penentangan banyak pihak atas langkah GAR ini, pernyataan Mahfud MD menjadi jawaban. Laporan harus segera dimasukkan ke keranjang sampah.
Saatnya juga GAR ITB menuai badai. Karena organisasi ini mengatasnamakan alumni ITB maka GAR telah mencemarkan institusi ITB. Karenanya pasca penegasan Menkopolhukam terhadap pribadi Prof Din Syamsuddin, konsekuensi terhadap GAR dan laporannya adalah:
Pertama, sanksi moral harus diberikan, yaitu GAR ITB mesti mencabut laporan KASN dan meminta maaf kepada Prof Dr Din Syamsuddin, MA. Berjanji untuk tidak mengulangi kerja tendensius dan berbau fitnah seperti ini.
Kedua, sanksi sosial harus diberikan kepada organisasi GAR ITB, yakni desakan atau imbauan ITB agar GAR dibubarkan karena terbukti berulang kali mencemarkan nama baik institusi ITB. Pembubaran adalah konsekuensi logis dan pelajaran yang sangat berharga.
Ketiga, sanksi politik, yaitu agar pendanaan dan perlindungan dari “kakak Pembina” terhadap GAR ITB diusut karena memperlihatkan diri sebagai buzzer kekuasaan. GAR bukan bagian dari institusi ITB, tetapi menjadi alat mainan “luar” untuk mengacak-acak ITB. GAR juga bukan kumpulan akademisi, tetapi kelompok politik.
Keempat, sanksi hukum terhadap GAR ITB yang telah mencemarkan nama baik Prof Din Syamsuddin layak untuk diadukan ke aparat penegak hukum atas delik pelanggaran yang diatur dalam KUHP dan UU ITE. Di samping gugatan perdata yang juga dapat diajukan ke Pengadilan Negeri.
Kelima, sanksi agama. Reaksi MUI, Muhammadiyah dan NU dalam pembelaan kepada Din Syamsuddin mengindikasi ada misi tertentu untuk memfitnah dan mendiskreditkan seorang tokoh Islam. Din Syamsuddin adalah tokoh Islam tingkat Nasional dan Internasional. Penyelidikan lanjutan diperlukan untuk membuktikan ada tidaknya “serangan terhadap Islam”.
GAR ITB telah membuat gara-gara dan kegaduhan di lingkungan akademis. Jika dibiarkan tanpa sanksi, kelompok ini akan terus bergerak merajalela menunaikan misi mengacak-acak harmoni dengan prasangka, hoaks dan hate speech yang lebih jauh akan merusak ideologi bangsa.
Kini hanya tiga kata untuk GAR ITB sang perusak harmoni, yaitu bubarkan, kucilkan dan hukum!
*) Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan