Catatan KH Athian Ali M Dai, Lc, MA*
SALAM-ONLINE.COM: Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk “Ahsanu takwiim“, dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS At-Tiin: 4). Tentu saja ini berlaku jika manusia itu berhasil mempertahankan eksistensi ke “manusia“-annya, dengan menjalankan pola kehidupan sebagaimana yang ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Pencipta manusia dan seluruh alam semesta berikut segala isinya.
Sayangnya di Republik ini, kini banyak sekali bermunculan manusia yang kemanusiaannya telah meluncur ke tingkat Asfala saafiliin, “serendah-rendahnya” (QS At-Tiin: 5). Bahkan jauh lebih rendah dan hina dari binatang (QS Al-A’raaf: 179) dengan menjual kemuliaan dirinya sebagai manusia.
Hal ini mereka lakukan semata-mata didorong oleh desakan hubbud-dunia, “kecintaan kepada dunia“, dengan menjadikan hawa nafsu sebagai tuhan-nya (QS Al-Furqaan: 43).
Keberadaan mereka tak ubahnya para budak di masa jahiliyah. Bedanya, jika para budak di masa itu dijual di pasar-pasar, lalu dibeli, untuk kemudian diperbudak tuannya. Sementara para budak yang ada sekarang ini, justru malah menjual diri dengan sekian rupiah demi menghambakan diri kepada tuannya.
Sebagai budak, sudah barang tentu mereka harus mengabdi kepada tuannya. Tak peduli, apakah kebijakan dan keputusan tuannya itu benar atau salah. Bagi mereka, sang tuan harus selalu benar. Sementara orang lain yang berbeda dengan tuannya harus dianggap, bahkan dihukum bersalah.
Keberadaan mereka tak lebih dari budak-budak hawa nafsu yang digambarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Firman-Nya:
“Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membiarkannya, dia mengeluarkan lidahnya juga,” (QS Al-A’raaf: 176).
Mereka selalu menjulurkan lidah, karena setiap saat harus siap menjilat tuannya. Karenanya ludah mereka pun sangat mungkin sudah kering habis dipakai menjilat.
Semoga di bulan penuh ampunan ini mereka mau sadar dan bertaubat agar di tanggal 1 Syawal nanti bisa kembali kepada fitrahnya sebagai manusia yang mulia. Bukan manusia sekian rupiah. []
*Penulis adalah Ketua Umum ANNAS Indonesia/Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI)