Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Gak ada angin gak ada hujan tiba tiba Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas muncul di media lalu mengucapkan selamat merayakan hari raya Naw Ruz 178 EB. Dikira Nopol Mobil, eh tak taunya hari raya agama Baha’i.
Begitu perlunya Menag ini mengucapkan selamat hari raya. Sangat prihatin sekali rasanya beragama kini. Menyedihkan bangsa Indonesia di masa Joko Widodo memiliki Menteri Agama yang kacau balau. Musibah ini lebih berat dari pandemi Covid-19.
Baha’i menyerupai Islam tapi menyimpang. Meyakini ada Nabi setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bukan saja sesat, tetapi juga menodai kesucian Islam. Kriminal kategorinya. Jika mengaku bukan Islam, maka ajaran ini tidak diakui keberadaan sebagai “agama” di Indonesia. Gus Dur hanya menambah satu “agama”, Khonghucu, setelah itu tidak ada lagi. Yaqut tak berwenang menetapkan agama baru, “bid’ah”, he he.
Yaqut bikin gara-gara dan membuat suasana panas. Memang dia sejak awal tak pantas menjadi Menteri Agama. Setelah hendak mengangkat Syi’ah dan Ahmadiyah kini mempromosikan Baha’i. Mungkin besok agama Cecunguk, Kadaliyah atau Kutukupret. Agama yang nyata diada-adakan. Menghargai yang sedikit menyakiti yang banyak. Umat Islam wajar jika resah bahkan marah.
Baha’i difatwakan sesat oleh MUI karena cara ibadahnya menyimpang seperti shalat sehari tiga kali, puasa 19 hari, berkiblat ke gunung Carmel di wilayah jajahan Zionis. Baha’ullah itu dijadikan “Rasul”. Tempat ibadahnya bukan masjid, tetapi “mashriqul adhkar” tempat puji-pujian dan do’a. Tak ada shalat Jum’at. Shalat berjamaah pun tidak ada. Yang ada hanya shalat jenazah berjamaah.
Baha’i adalah ajaran campur aduk antara Buddha, Brahma, Zoroaster, Mazdaq, Kebatinan, Kristen dan Yahudi serta paham-paham Persia sebelum Islam. Dalam perkembangannya Baha’i juga mencampuradukkan paham sesatnya dengan Islam, Kristen dan Yahudi. Karenanya tak jelas apakah Baha’i itu agama atau bukan. Sekte atau ajaran khayalan?
Anehnya, saat negara ini tidak resmi mengakui Baha’i sebagai agama, justru Menteri Agama Yaqut secara resmi dan dengan serius telah mengucapkan selamat hari raya Naw Ruz 178 EB kepada penganut Baha’i. Memang mengurus agama itu harus ngerti agama dan pakai akidah. Bukan asal-asalan bertoleransi segebrusnya.
Macem-macem saja Menteri Agama ini. Entah apa maksudnya, apakah sengaja ingin bikin gaduh negara dan rakyat? Waspadalah pada gaya permainan Komunis yang biasa mengadu domba dan mengada-ada dalam urusan agama. Syi’ah, Ahmadiyah dan Baha’i adalah hulu ledak kekacauan. Kiranya pak Menteri jangan menjadi pemicu.
*) Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan