Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Hati-hati dalam bertindak atau membuat kebijakan, apakah sesuai dengan kemauan rakyat atau tidak. Terhadap sikap atau kebijakan yang bertentangan dengan aspirasi bahkan menyakiti rakyat akan berisiko berat. Kezaliman merupakan sesuatu hal yang dapat memancing murka-Nya.
Tentu berbeda makna dengan kutukan atau tuah mistis seperti cerita “The Curse of Tutanskhment’s Tomb”, “Da Billy Goat Curse”, ataupun film “The Curse of The Golden Flower”. Kutukan rakyat di sini adalah jeritan kepedihan karena perlakuan yang tak adil, menistakan dan menginjak-injak kebenaran. Dalam kaitan dengan nilai-nilai Islam maka itu adalah doa agar Allah menimpakan azab atau keburukan pada penganiaya.
Ucapan HRS setelah menerima ketukan palu vonis hakim “sampai jumpa di pengadilan akhirat” adalah doa yang mengancam. Doa orang yang tidak berdaya menghadapi hukum palsu dunia yang penuh rekayasa dan arogan. Negara tak boleh kalah, katanya. Maksudnya adalah HRS harus dihabisi. Organisasi FPI harus dihancurkan dan difitnah. Pengawalnya dibantai sebagai tekanan agar HRS menyerah.
Kezaliman kepada HRS dan organisasinya menjadi bagian kezaliman rezim kepada umat Islam. Sesak rasanya umat mayoritas di bawah pemerintahan Joko Widodo. Sulit bersimpati atas duka umat. Artis dan penjilat jauh lebih dihargai daripada tokoh umat dan ulama. Meski dinafikan, tetapi faktanya Islamofobia terjadi. Sebutan radikal, intoleran, ekstrem dan sejenisnya disemburkan untuk mencemari umat.
Pasukan sampah dikerahkan untuk membentengi dan menjadi juru ejek. Buzzer sebutannya. Si tukang dengung yang berisik. Soal mutu dengungan tidak penting karena tugasnya hanya menebar racun nista atau dusta. Yang penting adalah agar umat gelisah, resah, bahkan mungkin marah-marah. Untuk sekadar melegitimasi tuduhan radikal, intoleran dan ekstrem itu.
Meminjam istilah Moeldoko mereka sebenarnya adalah lalat politik yang beterbangan di sekitar sampah yang berbau busuk. Dan para Buzzer itu berebutan mengais makanan dari tumpukan sampah Istana tersebut.
Kutukan rakyat “People’s Curse” berbahaya bagi penguasa. Artinya ia atau mereka sudah tidak mendapat kepercayaan lagi dari rakyat. Rakyat sangat berharap ada perubahan segera demi perbaikan. Ikhtiar dilakukan melalui kritik, pembangkangan maupun doa-doa. Penderitaan itu dekat pada kabulnya doa. Penguasa arif akan takut pada doa orang ‘alim. Sementara penguasa lalim akan semakin zalim pada orang ‘alim.
Pandemi Coronavirus menjadi momentum untuk memulihkan kewibawaan atau menghancurleburkan kekuasaan. Penguasa gerombolan biasanya sulit untuk disadarkan oleh ujian. Di tengah kesulitan masih berusaha mengeruk keuntungan. Rakyat pun hanya dijadikan batu loncatan untuk melompat dari satu rekening kepada rekening lain yang lebih banyak.
Kutukan rakyat akan mampu meredam dan menggoyahkan. Jika kekuasaan Ilahi sudah datang untuk membantu maka tak ada kekuatan untuk bertahan. Penguasa angkuh itu akan segera bersimpuh tak berdaya.
Kuburan amblas dengan rintihan memelas. Frustrasi dan penyesalan diri.
*) Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan