Catatan KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA*
SALAM-ONLINE.COM: Ketika di Hari Raya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar untuk menunaikan shalat ‘Id, beliau melihat beberapa anak sedang girang bermain, kecuali seorang anak yang nampak sedang merenung dan menangis. Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya kepadanya:
“Apa yang membuatmu menangis?” Anak tersebut (yang saat itu belum tahu jika yang bertanya adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) menjawab, “Biarkanlah saya dengan nasib saya wahai Tuan. Ayahku gugur dalam peperangan Bersama Rasulullah. Ibuku menikah lagi dengan pria Iain yang kemudian mengambil rumahku dan memakan hartaku, sehingga jadilah aku seperti yang Tuan lihat sekarang ini… telanjang, kelaparan, merintih dan lunglai. Ketika di Hari Raya ini aku melihat anak-anak Iain begitu riang gembira bermain, perasaanku bertambah sedih maka aku pun menangis.”
Mendengar itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya kepadanya, “Maukah kamu kalau aku menjadi ayahmu? Aisyah menjadi ibumu? Fatimah menjadi kakakmu? Ali sebagai pamanmu? Hasan dan Husein sebagai saudaramu?”
Dengan sangat gembiranya anak itu menjawab, “Bagaimana mungkin saya menolak wahai Rasulullah?” Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membawa anak tersebut ke rumah, memberinya makan dan memakaikannya baju baru.
Setelah itu anak tersebut keluar dan bermain bersama anak-anak yang lain. Mereka kemudian bertanya kepadanya, “Tadi kami melihat engkau termenung dan menangis, lalu apa yang membuatmu kini bahagia?”
Anak tersebut menjawab, “Tadi aku lapar, kini aku kenyang. Sebelumnya aku telanjang, kini aku berbaju. Tadi aku tidak punya ayah namun sekarang Rasulullah menjadi ayahku, Aisyah menjadi ibuku, Fatimah menjadi kakakku, Ali menjadi pamanku, Hasan dan Husein menjadi saudaraku.”
Serentak anak-anak itu berkata, “Aduhai… andaikata saja ayah-ayah kami gugur dalam peperangan bersama Rasulullah…” (Diriwayatkan dalam beberapa hadist dengan redaksi berbeda, di antaranya HR Bukhori dalam a/Tarikh a/Kabir 1/395)).
Menyimak kisah ini dan menelusuri kepribadian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang agung dan mulia (QS AI-Qolam: 4) semakin terasa luar biasa mulianya Nabi dan hinanya hamba ini. Padahal kita selaku umatnya diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai suri teladan (QS AI-Ahzaab: 21).
Rasanya semakin kecut hati, bahkan nyaris hilang harapan akan dapat menikmati surga bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika saja tidak membaca hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu. Beliau meriwayatkan, bahwa suatu ketika seorang ‘Araabi (pria Arab pegunungan) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Kapankah hari kiamat itu?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun balik bertanya, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk hari itu?” Pria itu menjawab, “Tidak ada, kecuali cinta saya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Mendengar pernyataan pria itu, Rasul pun bersabda, “Engkau (di akhirat nanti) akan bersama dengan yang engkau cintai.” Mendengar dialog tersebut Anas Radhiyallahu ‘Anhu pun berkata, “Kami tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti bahagianya kami ketika mendengar sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: Engkau akan bersama dengan orang yang kamu cintai.”
Setelah itu Anas Radhiyallahu ‘Anhu berkata, ”Aku mencintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Abu Bakar dan Umar, dan aku berharap akan bersama mereka disebabkan kecintaanku pada mereka, walaupun amalku tidak seperti amalan mereka,” (HR Bukhori, Muslim, Timidzi).
Janji Allah Subhanahu wa Ta’ala lewat Rasul-Nya ini rasanya lebih dari cukup untuk menumbuhkan harapan sehingga kita bisa menikmati surga bersama para Nabi, Shiddiiqiin, Syuhada dan Sholihiin (QS An-Nisaa’: 69) jika saja kita mampu mencintai mereka dengan berjuang seperti mereka.
Di antaranya dengan berupaya seoptimal mungkin memanfaatkan semua potensi yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan untuk senantiasa hidup di jalan yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala, kendati kita belum, bahkan mungkin tidak akan pernah mampu, beramal dan berjuang seperti mereka. Sebab, kita sangat yakin dengan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui Rasul-Nya: Engkau di akhirat nanti akan bersama dengan yang engkau cintai.
*) Penulis adalah Ketum Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI)/Ketum ANNAS Pusat