Aman Berjuang dari Istanbul, Ikhwanul Muslimin Berterima Kasih kepada Turki
SALAM-ONLINE.COM: Ikhwanul Muslimin Mesir mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Turki atas sikap kesejarahan dan kemanusiaan negara itu yang merangkul dan menerima kedatangan mereka setelah rezim kudeta dan diktator Mesir melakukan kejahatan serta kezaliman terhadap mereka.
Pernyataan ini sekaligus membantah media Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) yang dalam beberapa hari terakhir memberitakan bahwa otoritas Turki menempatkan para pemimpin Ikhwan di dalam tahanan rumah.
Media Saudi dan UEA itu pun menyebut Turki melarang para pemimpin Ikhwan bepergian sebagai bagian dari rencana antara Kairo dan Ankara untuk menyerahkan 15 pemimpin Ikhwan yang ada dan beraktivitas di Istanbul.
Media Saudi dan UEA tersebut juga mengatakan bahwa kelompok itu telah menutup markas dan kantor mereka di Istanbul.
Juru bicara Ikhwanul Muslimin, Talaat Fahmy, mengatakan kepada Arabi21 bahwa para anggota kelompok tersebut di Turki baik-baik saja dan “menikmati” rasa aman dalam beraktivitas dan berjuang dari negara pimpinan Presiden Erdogan tersebut.
Menanggapi laporan media Saudi dan UEA yang menyebut bahwa markas Ikhwan di Turki ditutup dan properti mereka di Istanbul telah dijual, Fahmy menggambarkan berita itu sebagai “kebohongan, fitnah dan sama sekali tidak benar”.
“Ikhwan sekali lagi berterima kasih kepada otoritas Turki atas sikap kesejarahan dan kemanusiaan Turki yang menerima semua kedatangan mereka setelah pelanggaran (kejahatan) yang dilakukan oleh rezim diktator di negara mereka (Mesir),” kata Fahmy seperti dilansir Middle East Monitor (MEMO), Kamis (2/9/2021).
Hubungan Turki dan Mesir memanas pada 2013 setelah militer Mesir menggulingkan Presiden Mohammad Mursi dari Ikhwanul Muslimin. Mursi merupakan sekutu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Mesir sejak kudeta militer menetapkan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris, sementara AKP, partai Turki yang berakar Islam dari Erdogan mendukung pemerintahan Mursi yang berumur pendek itu.
Para pimpinan dan banyak anggota Ikhwanul Muslimin melarikan diri ke Turki karena kegiatan mereka dilarang di Mesir.
Namun dalam beberapa bulan terakhir, Turki dan Mesir sedang berupaya untuk merajut kembali hubungan kedua negara.
Pejabat Turki mengungkapkan pada pertengahan Maret lalu kontak diplomatik dan politik sedang berlangsung antara Ankara dan Kairo. Dalam pernyataan yang dikutip Kantor Berita resmi Turki, Anadolu, Presiden Recep Tayyib Erdogan menekankan pentingnya hubungan antara rakyat Mesir dan Turki, mengisyaratkan dimulainya kembali hubungan antara kedua negara setelah bertahun-tahun terputus.
Sejak penggulingan terhadap Presiden Mohammad Mursi Rahimahullah pada Juni 2013, para tokoh dan sejumlah anggota Ikhwanul Muslimin serta pemimpin oposisi Mesir pergi ke Turki dan negara-negara lain seperti Qatar dan Inggris. Kepergian mereka untuk menghindar dari penangkapan dan kejahatan yang akan dilakukan oleh rezim kudeta Mesir.
Di Istanbul, Turki, Ikhwanul Muslimin membuka kantor untuk kepentingan organisasi tersebut. Mereka juga mendirikan tiga saluran TV di Istanbul. Saluran TV Ikhwan itu banyak berisi kritik dan kecaman terhadap rezim berdarah Mesir.
Namun pada 18 Maret lalu, TV Al-Arabiya melaporkan bahwa pihak berwenang Turki meminta media-media Ikhwanul Muslimin menghentikan sasaran kritiknya terhadap Mesir. Al-Arabiya juga melaporkan bahwa pemerintah Turki memutuskan untuk mengenakan beberapa pemimpin Ikhwanul Muslimin di Istanbul sebagai tahanan rumah, sesuatu yang kemudian dibantah oleh pengadilan tinggi di Turki. Petinggi Ikhwan pun membantah berita itu. “Ini (berita tersebut) sama sekali tidak berdasar,” katanya.
Beberapa tokoh media Ikhwan di Turki meluruskan berita dari Al-Arabiya tersebut. Medhat al-Haddad, seorang pemimpin Ikhwanul Muslimin dan direktur saluran TV Watan, salah satu saluran yang berafiliasi dengan Ikhwan yang disiarkan dari Istanbul, mengatakan kepada Al-Monitor melalui telepon, “Saluran Ikhwan di Turki bekerja normal saat ini.”
Dia mengklarifikasi, pihak berwenang Turki hanya meminta pihaknya untuk berkomitmen pada standar media dan tidak menghina tokoh-tokoh dalam rezim Mesir. “Kami mendukung kebutuhan untuk mematuhi standar moral dan media secara umum,” kata Al-Haddad.
Dia membantah berita yang menyebut bahwa pihak berwenang di Ankara telah meminta “dengan cara apa pun” agar saluran media Ikhwanul Muslimin ditutup atau para pemimpin kelompok itu diusir.
“Mereka (otoritas Turki) hanya meminta kepada kami untuk mengurangi jumlah program politik dan menyiarkan program sosial yang lebih beragam. (Pihak berwenang Turki) mengatakan permintaan mereka karena saat ini antara kedua pihak, Mesir dan Turki tengah membangun kesepahaman dan kami sepenuhnya memahami ini,” tambahnya.
Murad Ghorab, seorang pemimpin Ikhwanul Muslimin yang melarikan diri ke Turki pada tahun 2014, mengatakan kepada Al-Monitor bahwa berita yang menyebut para pemimpin Ikhwanul Muslimin di Turki ditetapkan sebagai tahanan rumah adalah tidak benar.
“Semua lini kepemimpinan Ikhwan (di Turki) terus berkomunikasi dan bekerja tanpa batasan apa pun,” terangnya.
“Pihak berwenang Turki hanya mengomentari tentang pekerjaan kami di saluran TV yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin, tidak lebih. Tidak ada ancaman untuk menutup saluran atau memberhentikan staf atau bahkan menangguhkan program. Saluran TV kami hanya diminta untuk meninjau kebijakan dan program editorial. Para pemimpin Ikhwanul Muslimin terus bertemu dalam upaya untuk menenangkan anggota mereka dan anggota pro-oposisi yang melarikan diri dari Mesir sehingga mereka tidak perlu takut akan diekstradisi ke Mesir atau dideportasi ke negara lain,” ucapnya.
Ghorab menyebut rezim kudeta Mesir mencoba memblow-up masalah ini di luar proporsi dengan tujuan untuk menimbulkan ketakutan di kalangan Ikhwanul Muslimin di Turki.
“Kami sekarang mencoba mengendalikan dan menenangkan situasi,” kata Ghorab.
Dalam wawancara telepon dengan Al Jazeera, 19 Maret, Yasin Aktay, Penasihat Presiden Erdogan mengatakan, pihaknya tidak pernah memerintahkan penutupan saluran TV yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin di Ankara.
“Masalah pemulangan tokoh-tokoh oposisi (ke Mesir) sejak awal tidak diangkat dalam pembicaraan (dengan otoritas Mesir),” tutur Aktay.
“Berita tentang pemulangan oposisi (Mesir) adalah palsu. Turki menolak mengekstradisi siapa pun ke Mesir atau negara lain mana pun yang ingin melakukan hukuman mati (terhadap oposisi Mesir),” kata dia.
Artinya, seperti dikatakan juru bicara Ikhwanul Muslimin Talaat Fahmy, sejak awal melarikan diri dari Mesir sampai sekarang, baik-baik saja, dan merasa mendapatkan perlindungan keamanan dalam melanjutkan aktivitas perjuangan mereka di Turki. (mus)
Sumber: Middle East Monitor (MEMO), Al-Monitor