Pengurus MUI ada yang menyentil pernyataan Dudung tentang “semua agama benar di Mata Tuhan” sebagai tidak berdalil, karenanya salah besar. Masing-masing penganut agama dipastikan meyakini kebenaran agamanya.
Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Ironi di negara yang mayoritas Muslim tetapi semakin banyak Jenderal yang Islamofobia. Nyinyir pada Islam dan umatnya. Menginterpretasi semau-maunya. Mewaspadai bahkan menyerang Agama. Perilaku petinggi ini secara tidak disadari semakin menjauhkan Pemerintah dari umat Islam.
Petinggi itu antara lain Letjen TNI Dudung Abdurachman yang setelah mengomando penurunan baliho HRS, lalu bersama Komjen (Pol) Fadil Imran memfitnah enam anggota Laskar FPI dengan skenario mentersangkakan keenamnya. Kini setelah menjadi Pangkostrad ia berbicara soal “fanatisme” dan “semua agama benar di Mata Tuhan”. Akibatnya reaksipun muncul.
Diminta agar Pangkostrad tidak keluar dari jalur tupoksi profesi utamanya. Lahan kemiliteran masih luas, jangan merambah ke ruang agama yang ia tidak menguasainya. Pengalaman semasa Pangdam Jaya yang “menghabisi” tokoh seperti HRS jangan dibawa abadi atau berlanjut.
Pengurus MUI ada yang menyentil konten bahwa “semua agama benar di Mata Tuhan” adalah tidak berdalil, karenanya salah besar. Masing-masing penganut agama dipastikan meyakini kebenaran agamanya.
Netizen bertanya jika memang keyakinan Dudung bahwa semua agama benar menurut Tuhan, maka Dudung agamanya apa? Baiknya pindah-pindah saja agar lebih dinamis. Nampaknya belum tentu mau juga. Artinya ada keyakinan bahwa agama yang ia anut itu yang benar.
Demikian juga jika beragama tanpa ada fanatisme, maka itu akan menjadi ciri dari keimanan yang lemah. Bahkan mungkin rusak. Fanatisme destruktif itu terlarang, akan tetapi fanatisme dalam arti memahami dan meyakini secara mendalam mengenai agama itu, harus.
Fanatisme tidak selalu berimpitan dengan ekstremisme dan intoleransi. Tetapi dapat bernilai konstruktif. Ulama berjuang mati-matian untuk mengusir penjajah berdasarkan fanatisme ke-Islaman-nya.
Sebaliknya pengambangan keyakinan atau Pengambangan nilai keagamaan tidak bagus dalam pandangan agama apapun. Plotisma adalah sekularistik berbasis materialistik. Doktrin bahwa semua agama benar adalah implementasi dari paradigma plotisma tersebut. Sebuah keyakinan keagamaan yang tipis bahkan mungkin habis.
Terbayang saat Letjen Dudung sedang berperan sebagai “Kepala Satpol PP” yang mengomando penurunan baliho HRS. Terbayang pula Bapak Pangkostrad ini sedang menunjukkan samurai dan “alat bukti” lainnya di depan media sambil memojokkan enam anggota laskar yang dibantai oleh aparat dan difitnah keji oleh petinggi aparat.
Salah satu alat bukti yang telah ditemukan oleh Komnas HAM adalah mobil “komando” misterius Land Cruiser Hitam di Km 50. Sebagai komandan tertinggi di Kodam Jaya saat itu bersama Fadil Imran Kapolda Jaya, Letjen Dudung harus menjelaskan mengenai detail keberadaan mobil tersebut, baik penumpang maupun tujuan dari Land Cruiser hitam tersebut berada di Km 50.
Jika semua agama benar di mata Tuhan sebagai keyakinannya, maka tentu juga Letjen Dudung paham bahwa semua warga negara sama kedudukannya di depan hukum. Baik rakyat jelata maupun aparat negara.
Jika tidak paham tentu rakyat kebanyakan akan berujar, “Ah Dudung, memang parah.”
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan