Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Seperti terbuai dengan hasil survei yang selalu memberi posisi papan atas, bahkan teratas, pada Prabowo Subianto untuk Calon Presiden 2024, maka bersemangatlah kader dan pendukung untuk mendorong Prabowo maju kembali sebagai kontestan Pilpres 2024.
Kesannya, Prabowo yang pada 17 Oktober 2021 lalu genap berusia 70 tahun, tinggal mencari pasangan. Puan Maharani calon kuat dengan bermodal hitung-hitungan suara partai.
Lupa, bahwa survei di Indonesia adalah mainan yang mudah disetel dan diatur-atur. Survei bebas tanpa uji validitas ataupun uji kelembagaan. Sanksi atas keabal-abalannya pun tidak ada. Bebas-bebas saja. Figur dapat disimpan di nomor satu, tiga, atau berapapun tergantung pesanan dan biaya.
Oleh karenanya pernah diusulkan betapa perlu dan mendesaknya keberadaan Undang-Undang yang mengatur keberadaan lembaga survei beserta sanksi-sanksinya.
Penjudi politik mengangkat Prabowo dan Ganjar. Litbang Kompas membuat angka sama 13,9% untuk keduanya. Anies yang sangat potensial ditempatkan selalu di posisi ketiga.
Tentu agar publik kehilangan keyakinan dan diharapkan pilihan bergeser ke Prabowo dan Ganjar. Prabowo berfungsi sebagai pancingan, sementara Ganjar sebagai orbitan atau karbitan. Joko Widodo sedang mengukur jalan, siapa yang bisa memperpanjang nyawa. Ia khawatir saat turun diterkam macan.
Prabowo bukan ahli strategi, tetapi profil pecundang dan mudah menyerah dalam ketidakberdayaan. Tak ada teriakan terhadap penganiayaan dan pembunuhan terhadap rakyat. Pembantaian pun dibiarkan. Prabowo itu tipe pengekor yang loyal, bukan pemimpin yang berani untuk mengambil risiko. Apalagi berkorban dan berjiwa pahlawan.
Prabowo yang digadang-gadang akan berpasangan dengan Puan adalah pasangan nina nobo. Puan yang didukung PDIP akan menyalip. Apalagi jika di ujung akhirnya Megawati menyerah kepada Joko Widodo dimana PDIP terpaksa dukung celeng ketimbang banteng. Ganjar yang dijagokan. Prabowo akan berakhir tragis ditinggalkan dan ditenggelamkan.
Andaipun Prabowo bertahan berpasangan dengan Puan, maka Anies yang mendapat dukungan PKS, Nasdem, Golkar atau Demokrat adalah lawan berat. Pendukung Prabowo dahulu akan menjadi pendukung habis Anies. Ganjar pun sulit untuk menghadapinya. Prabowo tetap akan kalah telak. Ini bukan Pilpres 2019.
Taruhlah ternyata dengan segala cara akhirnya Prabowo menang dan menjadi Presiden, maka itu bukan juga solusi bagi bangsa. Kepercayaan rakyat pada kemampuan Prabowo memimpin negara juga rendah. Berbeda dengan anggapan saat Pilpres sebelumnya, kini sudah dirasakan bahwa Prabowo bukan pemimpin yang bagus.
Prabowo hampir sama dengan Joko Widodo, tipe yang mudah ingkar janji. Timbul tenggelam bersama rakyat tidak dipenuhi, janji menjemput HRS diingkari, sikap kritis kepada Cina pun cepat berubah menjadi puja-puji.
Prabowo yang bersaksi atas kehebatan Joko Widodo sangat mengejutkan dan memilukan. Menjadi Menhan seperti menikmati jabatan, bukan arena perjuangan menjalankan amanat menegakkan kedaulatan.
Jadi dua hal untuk Prabowo, pertama menjadi Presiden saja di usia yang semakin sepuh sudah sangat berat. Dukungan tidak sekuat kemarin. Kedua, andai dengan sudah payah ternyata mampu menjadi Presiden,
Prabowo bukan tipe pemimpin bangsa dan negara yang baik. Seribu kelemahan akan menjadikan Prabowo sasaran dari bulan-bulanan kritik. Sebagaimana Joko Widodo, Prabowo dikhawatirkan akan mengakhiri karir dengan “su’ul khotimah”.
Nah, Pak Prabowo, sudahlah!
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan