Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Itay Tagner adalah Kuasa Usaha Zionis di Bahrain. Pejabat penjajah ini bertemu dengan Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto di Bahrain, Sabtu (20/11/2021). Pertemuan ini bocor setelah The Times of Israel yang memberitakan: “In rare meet, Israeli envoy to Bahrain seem talking with Indonesian defense minister”.
Yang terungkap di dalam negeri adalah agenda Prabowo menghadiri Forum “The 17th Internasional Institute for Strategic Studies (IISS) Manama Dialoge 2021.
Pembicaraan Prabowo dengan juru lobi politik Zionis, Itay Tagner, yang fotonya diedarkan kantor berita AFP itu menjadi representasi pembicaraan Indonesia dengan Zionis penjajah karena keduanya adalah pejabat penting masing-masing negara. Tentu berbeda dengan pertemuan Abu Janda dengan tentara “cacing cau” Zionis yang sempat diviralkan.
Apa substansi pembicaraan, menjadi rahasia kedua pejabat, bahkan mungkin rahasia kedua negara. Rakyat tidak boleh tahu. Apakah berbicara tentang kerja sama pertahanan Indonesia Zionis, agenda pembukaan hubungan diplomatik, atau membahas strategi Zionis di Timur Tengah dan Asia Tenggara?
Yang jelas bukan sekelas kongkow-kongkow di warung kopi. Pertemuan Prabowo-Itay wajar mendapat reaksi dari anak bangsa. Zionis adalah penjajah. “Negara” terkutuk yang menduduki Palestina tanpa hak, membangun permukiman dan merebut tanah milik warga Palestina secara ilegal, serta melawan seruan internasional untuk memulihkan dan mengakui kemerdekaan negara Palestina. Zionis penjajah adalah musuh bangsa-bangsa. Musuh dunia.
Pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Bunyi alinea pertama ini penting bahkan sangat penting. Harus menjadi pedoman bagi seluruh warga dan pejabat Indonesia, khususnya dalam melaksanakan pergaulan internasionalnya.
Prabowo jelas melanggar UUD 1945 karena mengadakan pembicaraan dengan Itay Tagner. Mengakui dan menoleransi keberadaan “negara” penjajah. Jika ada tujuan lain, Menhan harus segera mengklarifikasi kepada seluruh bangsa Indonesia, apakah pembicaraan itu inisiatif sendiri atau atas perintah Presiden.
Jika Indonesia berniat menormalisasi hubungan dengan penjajah itu sebelum Zionis mengakui kemerdekaan Palestina, maka rakyat Indonesia harus menentangnya. Tidak boleh menoleransi “negara” penjajah yang telah nyata-nyata menginjak-injak asas perikemanusiaan dan perikeadilan. Prabowo dan Joko Widodo harus bertanggung jawab.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan