Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Langkah Danrem 061 Surya Kencana Brigjen TNI Achmad Fauzi mendatangi Habib Bahar Smith (HBS) dengan mengancam akan membubarkan pengajian HBS dan mengultimatum agar menghadiri panggilan Kepolisian adalah teror petinggi TNI yang berbau premanisme.
Pekerjaan itu di luar kompetensinya. Dalih dalam rangka pengawasan PPKM dinilai mengada-ada dan tidak rasional. Prosedur hukum diabaikan atau dikesampingkan. Terorisme negara.
Teror lain kepada Bahar Smith adalah pengiriman tiga kepala anjing. Di samping hal ini menunjukkan perilaku primitif, juga dapat dimaknai sebagai ancaman serius. Jika objektif dan jujur, Polisi harus segera mengusut siapa pengirim kepala anjing tersebut.
Jika teror terhadap HBS ini dibiarkan, maka patut diduga ada kolaborasi sistematik yang mengarah pada terorisme negara. Moga ungkapan Kapolri “potong kepala busuk” tidak diterjemahkan dengan “potong kepala anjing”.
Konon saat Bahar Smith dipanggil ke Kepolisian, akan ada aksi jalanan yang mengingatkan dahulu saat Habib Rizieq Syihab diperiksa di Mapolda. Saat itu ormas yang dikenal binaan mantan Kapolda Jabar Anton Charliyan digerakkan untuk membuat tekanan psikologis.
Adakah model seperti ini bagian dari terorisme negara? Mungkin bagi Smith sendiri tekanan atau teror-teror tersebut bisa tidak berarti karena baginya mati pun sudah masuk dalam kalkulasi. Risiko pribadi berdasarkan keyakinan Islam.
Persoalannya adalah publik atau rakyat kini sedang disuguhi tontonan yang memuakkan. Bagaimana entitas negara menjadi pecundang oleh sikap seorang warga negaranya. Begitu panik dan kehilangan kepercayaan diri sehingga gaya preman dan koboi harus ditampilkan.
Kembalilah pada upaya memulihkan kedaulatan hukum, jangan hukum dikoyak-koyak oleh kepentingan politik atau oleh ketakutan dan kebencian. Hukum jangan memilih dan memilah-milah sekadar untuk menghukum siapa pun yang tidak sejalan. Keragaman yang dibungkam oleh keseragaman. Otoritarian.
Demokrasi memang bukan dewa, tetapi kita kadung menyepakati bahwa sistem ini yang dipilih. Sila keempat Pancasila mendasari model dan pelaksanaan demokrasi. Karenanya perbedaan, termasuk pandangan, gaya dan cara dakwah Habib Bahar Smith tidak perlu dianggap berbahaya, apalagi merusak.
Jika dipandang biasa dan bagian dari keragaman, mungkin bangsa ini akan menjadi semakin dewasa. Tak perlu ada kriminalisasi.
Tujuan negara antara lain adalah untuk melindungi segenap tumpah darah yang membuat warga nyaman menjalankan tugas dan fungsinya. Termasuk berdakwah. Jika ada hal keliru, patut untuk diluruskan dengan persuasif. Langkah represif digunakan hanya jika suatu perkataan atau perbuatan itu benar-benar destruktif.
Habib Bahar bukan teroris, karenanya tidak layak diambil tindakan “counter teror” yang merusak citra negara. Terorisme negara harus dihindari dan dieliminasi. Apalagi kepada umat Islam yang dirasakan semakin terpojokkan di bawah rezim ini.
Penzaliman itu sangat dirasakan dan tentu merugikan umat, bangsa dan negara.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan