SALAM-ONLINE.COM: Bukan diperpanjang, jabatan Presiden Indonesia seharusnya diperpendek demi mengurangi kerugian yang dialami bangsa ketika mendapatkan pemimpin yang dianggap “payah”.
Demikian ditegaskan Ketua Gerakan Reformasi Politik (Gerpol), Andrianto yang menilai perubahan jabatan presiden seharusnya dilakukan komprehensif dengan ukuran yang rasional.
“Bukan karena untuk seorang presiden yang sedang menjabat atau karena situasi kondisi tertentu. Ini jadi bahaya bilamana nanti kemudian hari hadapi hal yang sama,” ujarnya seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Ahad (27/2/2022).
Menurut Andrianto, tidak logis usulan para ketua umum (ketum) partai politik (parpol) koalisi pemerintahan Joko Widodo yang mengusulkan penundaan Pemilu 2024, seperti PKB dan PAN.
“Sesungguhnya masa jabatan Presiden di Indonesia yang 10 tahun itu sudah cukup lama. Di negara Amerika Serikat maksimal cuma 8 tahun, di negara Korsel maksimal cuma 5 tahun dan Filipina maksimal cuma 6 tahun,” kata Andrianto.
Karena, menurut Andrianto, seharusnya yang dipikirkan oleh para ketum parpol adalah cara mudah memperpendek masa jabatan presiden karena risiko besar bangsa bisa mendapatkan kinerja presiden yang payah, namun didukung oleh kekuatan parpol yang oportunis, yang mengakibatkan bangsa mengalami kerugian.
“Parpol kita saat ini kurang dapat perhatian konstitusi sehingga ada ketua umum yang sekian lama menjabat, bahkan parpol sudah seperti Perseroan Terbatas (PT). Jadi ajang keruk kekayaaan yang bernuansa KKN,” ujar Andrianto.
Karenanya, dia menyarankan, konstitusi juga harus mengatur masa jabatan ketum parpol, cukup 10 tahun.
“Dengan begitu tidak ada lagi manuver ketua umum, yang saya yakin personal tidak diputuskan melalui mekanisme parpolnya secara resmi,” kata Andrianto.
Andrianto menilai, terdapat Ketum parpol yang gelisah akan elektabilitasnya yang jeblok, sehingga berpotensi keok di Pemilu 2024 mendatang.
“Sehingga carmuk (cari muka) biar di lirik sama oligarki. Ada ketum parpol yang mumet jatah Menterinya gak turun-turun sehingga menjilat. Ada Ketum parpol yang pusing mau dijatuhkan sehingga harus cari pelampung ke atas. Semoga publik tidak terbodohi oleh manuver personal di luar arah kepentingan bangsa,” pungkasnya. (rmol)