Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Laporan Roy Suryo dan elemen lain ke Polda Metro Jaya ditolak dengan alasan “locus delicti”. Peristiwa membandingkan adzan dengan suara anjing menggonggong itu terjadi di Pekanbaru Riau, karenanya Polda Metro menyatakan yang berhak menerima Laporan adalah Polda Riau.
Roy nampaknya belum akan mengikuti alasan dan saran tersebut. Mantan Menpora itu berharap elemen masyarakat di Riau saja yang akan melakukan pelaporan.
Penolakan Polda Metro secara politis dan sosiologis tentu tidak bagus dan mengecewakan. Akan tetapi tidak menyurutkan reaksi publik, khususnya umat Islam terhadap kasus penghinaan tersebut.
Agenda aksi mulai bermunculan sebagaimana beredar di berbagai media. Ini mengingatkan kasus Ahok dahulu. Dari aksi sporadis hingga jutaan umat berkumpul di Monas. Aksi 212 itu berhasil merontokkan arogansi Gubernur DKI Ahok.
Tuntutan kasus Yaqut adalah pemecatan dari Jabatan Menteri. Ini mudah dilakukan jika Presiden memiliki “sense of crisis” atas terjadinya krisis kewibawaan Menteri Agama.
Presiden berhak penuh untuk memberhentikan anggota Kabinetnya. Ini tahap awal, tetapi tahap berikut adalah “adili Yaqut” atas perbuatan penistaan agama yang membandingkan adzan lima waktu dengan ributnya gonggongan Anjng.
Tuntutan tersebut dapat bertahap satu persatu atau simultan berupa “pecat dan adili”. Umat Islam telah menunjukkan sikap marah atas omongan Menteri Agama yang sembrono dan bernarasi “rendahan” begitu. Menteri Agama sendiri telah menampilkan sosok person yang rendah dalam marwah keagamaannya.
Kasus “Adzan dan Anjing Menggonggong” akan terus menggelinding hingga tiga opsi terjadi. Pertama, Menteri Agama mengklarifikasi sendiri omongannya dan meminta maaf. Kedua, dipecat oleh Presiden Joko Widodo. Ketiga, proses hukum berjalan atas dasar delik penodaan agama sebagaimana diatur dalam Pasal 156 a KUHP.
Prediksi, jika hanya klarifikasi dan meminta maaf tidak akan mampu meredam kemarahan. Hanya dua pilihan opsi baginya yaitu “pecat” atau “adili”. Gaung lain yang potensial adalah “pecat dan adili”. Karena bukan sekali ini Yaqut membuat kontroversi, tetapi lima kali. Jadi, “Anjing menggonggong dan adzan” merupakan kulminasi.
Inilah momen pertaruhan untuk Yaqut maupun Joko Widodo. Akankah Yaqut bertahan dengan membawa beban dan cacat yang berat ? Demikan juga dengan Joko Widodo, apakah akan membela atau mempertahankan Menterinya yang payah dan parah? Semua akan menjadi indikator sekaligus penilaian dari umat atau rakyat.
Yang terbaik bagi Joko Widodo sebagai Presiden adalah memberhentikan Yaqut dari jabatan sebagai Menteri Agama dan mempersilakan hukum untuk berjalan sebagaimana mestinya. Ini artinya pecat dan adili Yaqut!
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan