SALAM-ONLINE.COM: Peresmian Museum Holocaust Yahudi di Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut) menuai protes. Berbagai kalangan menyatakan penolakannya terhadap pembukaan museum Yahudi itu.
Peresmian museum yang dihadiri oleh Dubes Jerman itu memicu dan menimbulkan kegaduhah baru di tengah masyarakat di saat terpuruknya ekonomi Indonesia, ditambah lagi dihajar pandemi. Nampak sekali pembangunan museum ini memanfaatkan kondisi Indonesia yang tengah berkutat mengatasi pandemi, ditambah lagi rakyat umumnya masih dililit kesulitan hidup.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi meminta Kementerian Luar Negeri memanggil Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Ina Lapel terkait kehadirannya dalam pembukaan museum dan pameran Holocaust di Minahasa, Sulawesi Utara.
“Kemenlu seyogianya memanggil dubes Jerman untuk Indonesia guna mendapatkan klarifikasi lengkap sehubungan kehadirannya pada pembukaan Museum tersebut,” kata Kiai Muhyiddin Rabu (2/2/2022), dikutip dari CNNIndonesia.
Ina Lapel menghadiri peresmian Museum Holocaust itu pada 27 Januari 2022 lalu. Lapel menegaskan bahwa Jerman akan selalu mendukung peringatan terhadap kejadian yang dapat menjadi pelajaran universal tersebut.
Kiai Muhyiddin menegaskan pihaknya menolak pembangunan museum tersebut. Ia meminta agar Indonesia dan masyarakat dunia turut mewaspadai manuver dan proxy Zionis dengan memanfaatkan kondisi nasional yang tak stabil.
“Kita juga mengecek aliran dana pembangunan museum tersebut,” terang Muhyiddin.
Menurutnya, saat ini ekonomi Indonesia sedang mengalami keterpurukan, ditambah lagi dihajar pandemi Covid-19. Kondisi itu, kata Muhyidin, membuka peluang upaya normalisasi hubungan Indonesia dengan Zionis (penjajah).
“Alasan mereka adalah sangat klasik yaitu Indonesia bisa berperan lebih besar dan aktif membantu penyelesaian konflik Arab-Zionis. Itu semua adalah Batman trap (jebakan batman) saja,” ujarnya.
Muhyiddin menegaskan pembangunan Museum Holocaust Yahudi di Sulut telah melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Terlebih, saat ini pemerintah Indonesia tak memiliki hubungan diplomatik dengan pihak penjajah tersebut.
Menurutnya, pemerintah seharusnya mengambil tindakan tegas dan menghancurkan bangunan museum tersebut. Ia menilai pembangunan museum itu provokatif, tendensius dan menimbulkan kegaduhan baru di tengah masyarakat.
“Pembangunan museum itu tak ada urgensinya sama sekali di bumi Indonesia,” tegasnya. (S)