Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Aneh jika kita harus membahasakan “Selamatkan Masjid”. Namun hal itu nampaknya akan menjadi kenyataan dan cukup beralasan.
Isu radikalisme telah menjadi senjata kaum imperialis untuk melumpuhkan umat Islam dengan menduduki benteng pertahanan umat, yaitu Masjid. Dimulai dengan pola pemetaan. Serangan pada masjid di manapun hanya dapat dan tega dilakukan oleh kaum komunis dan imperialis.
Diawali dengan pemetaan Pesantren. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah melakukan pemetaan dengan mengungkap bahwa 198 Pesantren telah terafiliasi dengan jaringan teroris.
Luar biasa konklusinya. Soal kriteria dianggap tidak penting, hanya persepsi sendiri seperti karet yang ditarik ke kiri dan ke kanan. Bukan kriteria berdasar peraturan perundang-undangan. Padahal diksi terorisme itu diatur ketat oleh Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Berprasangka bahwa Masjid dan pesantren adalah sarang radikalisme dan terorisme adalah pandangan sesat, jahat dan berbahaya bagi kesatuan bangsa dan negara. Wujud dari gerakan sekulerisasi dan de-Islamisasi yang ingin menghancurkan sendi-sendi keislaman dan kebersamaan. Mencurigai, memetakan dan mengontrol kegiatan Masjid adalah sikap intoleran, radikal, bahkan teror. Terorisme negara.
Wajar sekali jika Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI) serta Ormas Islam mereaksi atas agenda ini. Karena ada kebijakan berbau Islamofobia yang menempatkan umat Islam sebagai “musuh negara” dan hal ini tidak masuk akal.
Ingin membangun negara yang mayoritas umat Islam bukan dengan menggali potensi maksimal umat Islam, tetapi justru memusuhi dan memecah belah. Sekali lagi, model seperti ini hanya dapat dilakukan oleh penguasa politik komunis dan imperialis.
Pemerintahan Joko Widodo harus mengevaluasi cara pandang negatif terhadap umat Islam khususnya. Mengubah dari menempatkan umat Islam sebagai “musuh” menjadi sekurang-kurangnya “teman” jika tidak mampu menjadikan sebagai “dirinya”. Pemerintahan Joko Widodo jangan membuka peluang dinilai sebagai pemerintah yang anti Islam. Anti Ormas Islam, Anti Pesantren dan Anti Masjid.
Jika tidak mengubah pola dan kebijakan politik, bahkan terus “membombardir” umat Islam dengan isu intoleran, radikal, apalagi terorisme, maka umat Islam wajar jika harus merapatkan barisan untuk menghadapi potensi pecah belah dan konflik vertikal horizontal.
Dikhawatirkan agenda tertunda MUI “masirah kubro” akan menjadi terealisasi. Menyerang Masjid sudah memasuki ruang yang paling sensitif. Stop pemetaan Masjid. Selamatkan Masjid.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan