Catatan Achmad Nur Hidayat*
SALAM-ONLINE.COM: Presiden dan 33 Gubernur melakukan ritual kendi nusantara di titik nol kawasan Penajam Pasir Utara di calon kandidat Ibu kota Baru RI.
Cara mistis memulai proyek Ibu Kota Negara (IKN) itu diprediksi malah membuat investor tidak akan datang di proyek IKN.
Pasalnya adalah sinyal pesan dari ritual kendi tersebut kepada investor membingungkan. Daripada alih-alih mengirim pesan bahwa Pemerintah memperjuangkan konsep smart city malah mengirimkan sinyal IKN menjadi mistis city.
Upaya pemindahan IKN yang telah mendapat penolakan dari berbagai pihak hingga saat ini Presiden terus sangat percaya diri pemindahan IKN dapat dilakukan.
Penolakan tersebut mulai petisi hingga yudicial review ke MK oleh beberapa kelompok aktivis yang melihat proyek pemindahan IKN ini bermasalah.
Ide Mistis Seputar Tanah dan Air dari 33 Lokasi
Tanah dan air yang digunakan dalam bahan Ritual Kendi Nusantara itu terlalu dibumbui filosofi Jawa bahwa tanah dan air yang dikumpulkan menjadi simbol Tanah Air yang melekat pada Indonesia.
Dalam tradisi jawa, mereka yang membawa tanah dan air dari berbagai daerah itu artinya daerah tersebut sudah takluk, tanda ketertaklukan, dan tanda kepatuhan kepada nusantara.
Kendi Nusantara itu bukan simbol kesetaraan namun simbol ketertaklukan dan tirani. Satu sinyal yang bukan mencerminkan prinsip yang diharapkan oleh investor yang senang dengan kesetaraan dan penegakan rule of law.
Sangat ironis, Smart City yang ingin dibangun sebagai visi konsep kota masa depan tapi diawali oleh ritual yang melemparkan kita ke masa lampau. Konsep dan cara yang ditempuh sebagai sesuatu yang benar-benar berseberangan.
Sinyal munculnya tirani dari kendi nusantara tersebut pada akhirnya seolah membenarkan apa yang dilakukan oleh Softbank, Investor terbesar dalam IKN yang mengundurkan diri dari mega proyek ini.
Ini sangat dimaklumi karena selain syarat permasalahan tentunya mega proyek ini akan menjadi proyek yang sangat berisiko. Softbank meminta penduduk minimal 5 juta orang, sementara desain IKN itu hanya ASN yang jumlahnya di bawah 1 juta penduduk.
Dari sini kita melihat bahwa kendi nusantara dalam peresmian IKN tersebut menjadi peresmian yang mengirim sinyal ganda dan membingungkan sehingga seremoni tersebut malah memberikan disinsentif kepada investor.
Jika para investor menarik diri dari proyek, maka pembangunan IKN akan terganggu dan akan mengandalkan APBN dalam porsi yang lebih banyak. Ini yang akan menyebabkan pembangunan IKN merupakan belanja negara yang tidak mampu memberikan pertumbuhan ekonomi kecuali hanya alokasi anggaran yang tidak tepat guna.
Publik berharap pemerintah bijak menggunakan APBN karena penerimaan APBN tersebut hasil dari pajak para tax payers sehingga APBN harusnya digunakan untuk menolong publik memperkuat kemampuan mereka dalam pemulihan ekonomi dan penanganan pandemi yang hingga saat ini belum berakhir, bukan untuk proyek infrastruktur berakhir.
Penulis adalah pakar kebijakan publik dan CEO Narasi Insitute