Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Tabir kasus Duren Tiga terkuak sedikit demi sedikit. Setelah Bharada E berstatus tersangka dan Irjen Ferdy Sambo ditahan di Mako Brimob, maka skenario awal terancam gagal.
Tembak menembak (saling baku tembak) dan tumbal yang kelak akan dibebaskan tidak kuat untuk disandiwarakan. Pengulangan pola dan penanganan sebagaimana dalam kasus Km 50 nyaris terbentur.
Menitik-beratkan penyelamatan institusi nampaknya memunculkan polarisasi. Di satu sisi berpola bahwa penyelamatan dilakukan dengan cara membiaskan fakta serapi-rapinya. Alur cerita diarahkan menuju kasus yang ditutup nantinya (case closed). Kubu lain dengan pola membuka fakta sebenarnya. Untuk ini Polri terpaksa harus terlebih dahulu mengobrak-abrik markasnya sendiri.
Mengingat telah berjalan percobaan skenario kubu pertama dan hal itu gagal maka ketika model kedua menjadi pilihan, korban personal menjadi besar. Sebanyak 25 polisi diperiksa, 10 Perwira dicopot. Saat pengumuman, Kapolri dikawal oleh 10 Jenderal. Akhirnya ada pasukan Brimob menjemput Irjen Pol Ferdy Sambo di Bareskrim untuk kemudian digiring ke Mako Brimob.
Kasus Duren Tiga adalah kotak pandora untuk membuka kasus-kasus lain. Irjen Ferdy Sambo memiliki kedudukan strategis, baik sebagai Kadiv Propam maupun Kasatgassus dapat bergerak leluasa.
Ada tiga irisan yang menjadi petunjuk Duren Tiga menuju Km 50. Meski berjarak lebih dari 50 Km, tetapi jika kotak pandora terbuka, harum buah Duren itu akan ke mana-mana. Termasuk ke Km 50.
Pertama, fenomena pelukan “teletubbies” antara Irjen Ferdy Sambo dengan Irjen Fadil Imran. Kecupan kening sebagai sinyal hubungan emosional yang bukan sesaat, tetapi bersejarah.
Sebagai Kapolda Metro Jaya, Fadil Imran adalah “komandan operasi” peristiwa pembunuhan 6 anggota Laskar FPI. Sementara Kadiv Propam merupakan “komandan operasi” penyelamatan anggota Polisi yang terlibat. Sebanyak 30 anggota Propam bergerak di Km 50, dipimpin Karo Paminal Divisi Propam, Brigjen Hendra Kurniawan.
Kedua, Brigjen Hendra Kurniawan ternyata tampil di depan media bersama Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran saat mengumumkan segera setelah peristiwa “tembak menembak” kasus Km 50 pada tanggal 7 Desember 2020. Dugaan keterlibatan Divisi Propam atau Satgassus dalam mengatur proses hukum menjadi lebih terbuka dan harus dibuka.
Ketiga, alat bukti yang dihilangkan. Di TKP Duren Tiga Polisi menghilangkan alat bukti yang menyebabkan terjadi pelanggaran etik. CCTV rusak atau HP warga Km 50 yang dihapus juga menjadi modus yang sama. Irisan semakin tebal dengan misteri alat bukti Glock 17 yang digunakan Bharada E dengan senjata, samurai dan lain “bukti palsu” pada Km 50.
Pengulangan modus yang gagal di Duren Tiga akan membawa berkah bagi pengusutan ulang kasus Km 50. Dugaan kuat orang orang yang terkena sanksi Kapolri juga adalah orang-orang yang terlibat dalam proses penyesatan Km 50, termasuk Komnas HAM yang berkelas bebek. Tidak berani untuk menjadi dirinya menurut UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Langkah Kapolri patut diacungkan jempol. Semoga kasus Duren Tiga dapat terkuak dengan baik dan jujur sehingga rakyat Indonesia juga yakin dan berharap Pak Kapolri akan melangkah lebih lanjut untuk membongkar kasus yang selama ini ditutup-tutupi, yaitu unlawful killing atau crime against humanity pada peristiwa Km 50.
Kejahatan kemanusiaan itu kini atau esok akan terkuak juga. Lebih baik saat ini saja agar dampak hukum dan politik yang terjadi akan positif dan bermakna. Jika lambat, maka waktulah yang akan menghukum. Banyak pihak terlibat, termasuk mungkin akan sampai ke tingkat Menteri atau Presiden.
Mulailah dari Irjen Fadil Imran yang bersama Karo Paminal Div Propam Brigjen Hendra Kurniawan memamerkan pistol, samurai dan clurit. Serta begitu simpati atas peristiwa Irjen Fredy Sambo.
Publik patut menduga bahwa Irjen Fadil Imran mengetahui persis peristiwa Duren Tiga. Jika tidak, tak akan ikut menangis saat berteletubbies. Maklum teman seperjuangan.
Ditunggu, Pak di rest area Km 50 Jalan Tol Jakarta Cikampek. Ada monumen kejahatan di sana.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan