Konflik di Sudan: Pelanggaran Hukum Merajalela, Penjara Dibobol, Penjarahan Meluas
SALAM-ONLINE.COM: Saat faksi-faksi Sudan berperang memperebutkan kota-kota, pelanggaran hukum merajalela. Pihak-pihak yang berkonflik menjarah pusat-pusat bisnis dan rumah. Sementara penjara dibobol, narapidana dibebaskan dari penjara untuk mengacau, Middle East Eye (MEE) melaporkan, Ahad (23/4/2023).
Saksi mata di Omdurman, sebuah kota di seberang Sungai Nil Putih dari ibu kota Khartoum, menggambarkan orang-orang bersenjata tak dikenal menyerbu sebuah penjara dan membebaskan semua orang di dalamnya.
Seorang kerabat Mohamed Adam, seorang pengunjuk rasa pro-demokrasi yang dijuluki Tupac—yang dituduh membunuh seorang brigadir polisi—mengatakan dia termasuk di antara mereka yang dibebaskan. Tetapi sejak itu menghilang.
Tentara Sudan mengklaim Pasukan Dukungan Cepat (RSF), paramiliter yang saat ini diperangi, menyerbu penjara untuk menebar kekacauan, meskipun RSF menyangkal berada di balik pembobolan tahanan itu.
Sekarang setelah bentrokan mematikan antara tentara, yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, dan RSF, yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, situasi keamanan di Sudan benar-benar berantakan.
Lebih dari 400 orang tewas dalam kekerasan yang pecah pada 15 April lalu ketika Burhan dan Dagalo, umumnya dikenal sebagai Hemeti, gagal menyepakati kesepakatan politik transisi setelah kudeta militer 2021 yang mereka pimpin.
Ribuan orang melarikan diri dari Khartoum ke wilayah yang lebih aman, khususnya ke negara bagian Jazeera, 200 km selatan ibu kota.
Kedua faksi tersebut telah menyita kantor polisi dan gedung-gedung resmi lainnya dalam upaya untuk menguasai jalan-jalan dan lokasi-lokasi strategis.
Rumah sakit rusak, dipaksa tidak berfungsi sebagai layanan medis, tetapi digunakan sebagai pangkalan militer. Para dokter mengatakan 60 dari 74 rumah sakit di Khartoum saat ini tidak berfungsi. obat-obatan dan persediaan lainnya menyusut dengan cepat di rumah sakit yang masih beroperasi.
Dirampok di bawah todongan senjata
Penjarahan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Di Bahri, sebuah kota di utara Khartoum, pedagang Madi al-Nur mengatakan bahwa orang-orang bersenjata berseragam RSF mengambil semua yang bisa mereka jarah dari pasar.
“Pada Senin, setelah dua hari bentrokan, tentara berseragam RSF menyerang pasar Bahri, menjarah dan membakar toko semua pedagang,” kata pria berusia 57 tahun itu.
“Saya datang ke pasar Bahri pada hari Senin untuk mengumpulkan barang-barang, properti, bahan makanan dan barang-barang mahal lainnya untuk disimpan di tempat yang lebih aman, tetapi saya menyaksikan pasar saat itu benar-benar dijarah dan sebagian dibakar. Ini (pelakunya) adalah RSF. Saya melihat kendaraan mereka mengelilingi pasar.”
Penduduk Khartoum, Ahmed Salih, mengatakan kepada Middle East Eye (EYE) bahwa dia beruntung dapat melarikan diri ketika petempur RSF mencoba merampok truk pikapnya.
“Saya mendengar supermarket buka selama beberapa jam pada hari Sabtu. Jadi ketika saya membawa makanan kembali dan mencapai jalan Juba, saya dihentikan di pos pemeriksaan RSF. Mereka menyuruh saya keluar dari mobil. Saya segera melarikan diri dan mereka mencoba menembak saya, tapi untungnya saya berhasil melarikan diri,” katanya.
Magdi Osman, seorang pemilik toko di daerah al-Amarat, juga dihentikan oleh kelompok bersenjata, namun dia tidak dapat melarikan diri. Seorang teman memberi tahu MEE bahwa dia (Magdi Osman) dibunuh di depan tokonya pada Rabu (19/4/2023).
“Dia berencana untuk meninggalkan Khartoum. Tapi setelah dia mengumpulkan uangnya dan menutup toko, beberapa pria bersenjata menghentikannya dan memintanya untuk memberikan semua yang dia miliki. Dia mencoba lari tetapi mereka langsung menembaknya hingga tewas,” ujar teman tersebut.
Kekosongan keamanan
Sejak kekerasan pecah, polisi menghilang. RSF khususnya, telah mengubah kantor polisi yang terbengkalai menjadi pangkalan militer. Karenanya, mereka dapat menampung banyak tentara. RSF bahkan mengambil alih kementerian dalam negeri di pusat kota Khartoum.
Seorang sumber di kepolisian mengatakan kepada MEE bahwa RSF telah mengambil alih sebagian besar kantor polisi di ibu kota.
“RSF telah mengambil alih kantor migrasi di Jalan Afrika tempat saya bekerja dan menggunakannya sebagai kantor penyimpanan dan logistik serta pasokan,” katanya.
“Saya juga tahu banyak rekan di berbagai kantor polisi telah diserang dan kantor mereka ditempati oleh RSF.”
Mustafa Abdul Azim, seorang pensiunan polisi dan pakar keamanan, mengatakan konflik tersebut telah menciptakan kekosongan keamanan. Polisi sebagai pasukan sipil tidak dapat mengatasi pertempuran dalam skala ini.
“Karena polisi telah meninggalkan pos-posnya di kota, maka geng dan penjahat lainnya menyebar dan tidak dapat dibendung,” tuturnya.
“Jika ini terus berlanjut, itu akan menimbulkan konsekuensi serius. Saya percaya keamanan lebih diperlukan daripada makanan, jadi saya berharap kedua belah pihak mengizinkan polisi melakukan tugasnya.”
Melarikan diri dari Khartoum
Di terminal bus di luar Khartoum, ratusan orang tidak sabar menunggu apakah yang akan terjadi.
Omar Ahmed dari kawasan al-Sahafa adalah salah seorang musafir yang frustrasi dan ketakutan.
“Kami sangat terkejut dan kesal dengan apa yang terjadi dan masih terjadi. Kami belum pernah melihat pembunuhan massal dan perang skala penuh seperti ini sebelumnya,” katanya kepada MEE.
“Kedua belah pihak yang terus bertempur, nampaknya mereka tidak akan berhenti (bertempur). Peluru dan bom acak berjatuhan ke warga sipil, jadi kami memilih untuk pergi. Keluarga saya bersama saya di sini.”
Jumat adalah hari pertama Idul Fitri. Waktu perayaan (1 Syawal) menandai akhir bulan suci Ramadhan. Namun bagi orang Sudan seperti Naeema Hassan, itu jauh dari hari libur.
Dia mengatakan kepada MEE, dia melakukan perjalanan dari kawasan al-Azhary untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga di negara bagian Jazeera. Tetapi tahun ini jauh berbeda.
“Ini Idul Fitri yang sangat menyedihkan. Kami bepergian ke Jazeera untuk dalam waktu yang lama. Saya tidak ingin melihat Khartoum dalam waktu dekat,” katanya. (S)