Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Gara-gara mendampingi Prabowo bertemu relawan Gibran dan Jokowi Jawa Tengah dan Jawa Timur di Solo, Gibran, putra Jokowi, dipanggil DPP PDIP ke Jakarta. Hari ini, Selasa (23/5/2023) dilaksanakan pemanggilan tersebut. Gibran sendiri menyatakan siap untuk ditegur, meski menurutnya ia mendampingi Prabowo dalam kapasitas sebagai wali kota dan Prabowo adalah Menteri Pertahanan.
Dukungan relawan Gibran dan Jokowi kepada Prabowo terbaca sebagai “mbalelo” Gibran atas kewajiban selaku kader PDIP untuk mendukung Ganjar Pranowo sebagai bakal Capres. Pemanggilan DPP untuk klarifikasi dan tentu menertibkan kader. Mudah bagi Gibran untuk “ngeles”. Meskipun demikian publik melihat persoalan hubungan Megawati dan Jokowi menjadi lebih serius. Pidato “Musra” Jokowi yang tidak terang-terangan mendukung Ganjar Pranowo menjadi sinyal, bahkan fenomenal.
Sinyal dukungan kepada Prabowo saat Jokowi pidato di acara “Musra” berfungsi sebagai “tekanan politik” bagi Megawati. Kemudian berlanjut pada pernyataan dukungan Prabowo oleh relawan Gibran dan Jokowi di Solo tersebut.
Ketika Megawati melalui Hasto menunjukkan kejumawaan dengan memanggil Gibran, maka pemanggilan tersebut terasa sebagai wujud dari kegelisahan Megawati dan PDIP. Ganjar belum mampu menjadi magnet bagi dukungan masif.
Lucunya seorang fungsionaris DPP PDIP Deddy Sitorus menyebut Gibran datang sendiri, bukan dipanggil. Gibran membantah ungkapan fungsionaris PDIP tersebut . Ia menyatakan panggilan itu dengan pengiriman surat. “Ada surat tertulis yang ditujukan ke saya, kok,” kata Gibran.
Jika PDIP tegas dalam menegakkan disiplin partai, maka sudah sepatutnya Gibran bukan hanya ditegur, tetapi juga dipecat dari PDIP. Karena, meski sambutan atas Prabowo Itu berhubungan dengan jabatan wali kota dan Menhan, tetapi rakyat semua tahu bahwa ada manuver politik Gibran dan juga Jokowi dalam kasus dukungan relawan Gibran dan Jokowi kepada Prabowo.
Memang hubungan Jokowi dengan Megawati tidak sedang baik-baik saja. Peristiwa deklarasi Ganjar oleh PDIP meningkatkan kerenggangan itu. Manuver Gibran tentu tidak bisa dipisahkan dari kepentingan ayahnya, Jokowi. Walaupun dirinya (Gibran) menyatakan akan tetap tegak lurus sesuai arahan ibu Ketua Umum, tetapi dipastikan Gibran akan lebih tegak lurus lagi kepada arahan Presiden Republik Indonesia.
Sebagaimana ayahnya, kata-kata Gibran memang sering tidak jelas. Pasca pemanggilan justru ia “bertengkar” dengan Deddy Sitorus (PDIP). Pertengkaran kata-kata. Gibran dengan Jokowi bagai anak panah dengan busurnya. Berkata dalam banyak makna.
“Kau adalah busur yang melesatkan anak panah hidup. Pemanah mengetahui sasaran di jalan yang tidak terhingga. Ia melengkungkanmu sekuat tenaga agar anak panah melesat cepat dan jauh,” demikian bait puisi Kahlil Gibran.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan