Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Dicoba bermain di atas hukum dan politik normatif melalui Pemilu 2024, namun nyatanya tidak ada tanda-tanda terjadi perbaikan sistem dan mekanisme. Joko Widodo bukannya menjadi “anak baik” yang bermakna bagi negeri, akan tetapi justru secara vulgar berpihak pada oligarki dan membangun dinasti sendiri.
Tiga isu strategis yang menjadi agenda perjuangan rakyat dalam mengkritisi perilaku Joko Widodo dan rezimnya, yaitu:
Pertama, penolakan hasil Pemilu khususnya Pilpres 2024 yang disebabkan oleh kecurangan terstruktur, sistematis dan masif. Jorok sekali “pesta demokrasi” di era Joko Widodo ini. Sebanding dengan pesta gila ‘festival of drunkenness’. Mabuk dan hilang rasa malu.
Kedua, dukungan kepada penggunaan Hak Angket DPR. Proses penyelidikan politik ini menjadi penting untuk menguak perilaku jahat Joko Widodo dan rezimnya yang didesain “menunggu” di ruang jebakan hukum peradilan MK. Untuk menyembelih gugatan Anies dan atau Ganjar nantinya.
Ketiga, pemakzulan Joko Widodo dan proses hukum lanjutan. Terhadap berbagai pelanggaran Konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya, Joko Widodo sudah layak untuk segera dimakzulkan. Mekanismen Konstitusi sangat jelas. Penjara pun menunggu kandidat pesakitan ini. Terlalu bahagia jika Joko Widodo hanya sekadar dimakzulkan.
Tiga isu strategis di atas sulit direalisasikan bila dibiarkan berjalan sendiri, baik di tingkat penyelenggara Pemilu maupun Parlemen. Perlu dukungan nyata rakyat secara terstrukstur, sistematis dan masif. Ini artinya perlawanan rakyat semesta atau people power.
Tanpa bantuan dan tekanan rakyat maka penolakan hasil Pemilu, penggunaan Hak Angket dan pemakzulan Joko Widodo hanya menjadi teriakan serak atau narasi dari orasi.
People power adalah bentuk perlawanan rakyat terhadap suatu pemerintahan yang dianggap korup, otoriter, oligarkis, melanggar konstitusi dan menyengsarakan rakyat. Gerakan ini memberi ruang bagi kontribusi masyarakat sipil untuk memperjuangkan keadilan serta perubahan yang dikehendaki oleh masyarakat itu sendiri.
Sebagaimana Marcos di Filipina, Soeharto tahun 1998, Arab Spring dan Revolusi Mawar di Georgia, maka Joko Widodo juga sangat potensial untuk dilengserkan oleh gerakan rakyat. Syarat dipenuhi sekurangnya telah menjadi musuh bersama atau “common enemy” dan friksi di internal pemerintahan. Politik dinasti sangat tidak disukai rakyat.
Telah lama rezim Joko Widodo dikritik habis dan tetap bergeming. Namun keterpaduan antara ketakutan dan ingin mempertahankan kekuasaan membuat langkah-langkahnya “off side”. Ia membangun Istana keluarga berisi Joko Widodo, Iriana, Gibran, Kaesang, Bobby dan Usman. Ketukan palu terkutuk Usman membuka pintu bagi kejahatan Nepotisme.
People power adalah solusi untuk menerobos stagnasi. Melawan politik dinasti yang merupakan pengkhianatan demokrasi. Kedaulatan rakyat hanya dapat dipulihkan atau direbut oleh kerja dan perjuangan rakyat itu sendiri. Rakyat yang melakukan aksi bersama untuk mendobrak dan menggilas keangkuhan Joko Widodo dan rezimnya.
People power adalah jalan perjuangan rakyat untuk menegakkan kembali Ideologi dan Konstitusi sebagaimana yang telah dibangun sekaligus dicita-citakan oleh para pendiri negeri. Mari bung rebut kembali!
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan