Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Joko Widodo bergerak untuk mencengkeram. Hak Angket mesti digagalkan, karenanya tawaran-tawaran dilakukan. Semua partai-politik harus dikendalikan. Jabatan Menteri menjadi barang dagangan, ditambah dengan jabatan lain. Koalisi besar menjadi canangan, nantinya Joko Widodo sebagai Ketua Koalisi.
Dengan tawaran manis, Joko Widodo dan keluarga ingin tetap berkuasa. Ia percaya diri akan mampu menguasai Prabowo yang dijepit oleh Wapres di bawah umur. Jasa curang Joko Widodo modal untuk menyandera Prabowo. Joko Widodo adalah seorang Presiden yang memang tidak bisa apa-apa, selain bagi-bagi posisi dan “pakar” dalam “sandera menyandera”.
Sebagai “Ketua Koalisi”, Joko Widodo akan berusaha untuk menunggangi partai Golkar. Berikhtiar menjadi Ketum atau sekurangnya Ketua Wantim. Sementara PSI hanya batu loncatan. Bagi partai-partai yang sedang dirayu, PPP, PDIP, PKB, Nasdem dan PKS, “kemenangan mutlak” Prabowo Gibran dapat membuat pasrah. Pertimbangan pragmatis menempatkan oposisi pada posisi yang dianggap membuang enerji.
Rusak demokrasi? Bagi Joko Widodo, persetan dengan demokrasi. Yang penting, dinasti aman dan oligarki kokoh. Toh, rakyat itu mudah untuk dimobilisasi dan diiming-imingi makan nasi. Tinggal lempar-lempar saja kaos kaki, mereka akan berlari berebutan sendiri.
Aspek ideologi koalisi besar adalah perwujudan dari asas gotong royong dan kekeluargaan. Misi terselubung yang diprediksi adalah pembentukan “disguised one party sistem”nya Negara Komunis.
Usulan PSI tentang Barisan Nasional yang diketuai Joko Widodo mengingatkan kita pada masa Orde Lama Front Nasional. Satu tahap dari proses Demokrasi Terpimpin. Ditengarai Joko Widodo dan Oligarki sedang berupaya untuk memimpin “Demokrasi”.
Bahayanya jika konsepsi “Democratic Policing” yang digagas Tito Karnavian dimaknai dan digeserkan untuk menjadikan Polisi sebagai cambuk kerja paksa rakyat yang melengkapi pelaksanaan Demokrasi Terpimpin Joko Widodo.
Dalam jangka pendek isu Koalisi Besar adalah tipu-tipu untuk menggagalkan Hak Angket DPR. Dalam jangka menengah itu menjadi proses bagi penguatan Oligarki dalam memimpin “Demokrasi” dan jangka panjangnya negara Pancasila akan berubah menjadi Negara Sosialis, bahkan Komunis. Joko Widodo adalah figur berbahaya bagi bangsa dan negara. Hubungan dengan China bukan hal yang biasa-biasa.
Keberadaan Joko Widodo di balik Pemilu, khususnya Pilpres 2024 menjadi faktor utama dari kecurangan dan kejahatan. Kini ia ingin tetap, bahkan, lebih berkuasa lagi. Joko Widodo mengangkangi Ideologi dan Konstitusi yang bersendikan pada prinsip demokrasi atau kedaulatan di tangan rakyat.
Tidak ada jalan lain bagi rakyat, bangsa dan negara, selain menghentikan Joko Widodo. Ungkapan akan mengawal Joko Widodo hingga akhir Oktober sama saja dengan memberi peluang kepadanya untuk menjadi pemimpin yang sewenang-wenang. Memberi kesempatan kepada Joko Widodo untuk mengonsolidasikan Koalisi Besar sebagai mesin penguat Oligarki dan Dinasti.
Semua harus waspada akan tipu-tipu Koalisi Besar ini. Joko Widodo itu sangat tidak bisa dipercaya. Jika percaya pasti akan disandera atau sama saja dengan binasa.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan