Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Berita terhangat dan mendapat pemberitaan yang luas hari-hari ini adalah tentang pemberhentian Ketua KPU Hasyim Asy’ari oleh DKPP atas kasus pelanggaran etik, khususnya perbuatan asusila Ketua KPU yang diadukan CAT seorang anggota PPLN Den Haag. Wanita ini merasa diperlakukan tidak senonoh yang dapat dikualifikasikan sebagai “kekerasan seksual”.
Inilah hukuman kelima yang diterima Hasyim setelah empat kali DKPP menjatuhkan sanksi “peringatan keras” pelanggaran etik kepada Komisioner KPU. Rupanya status “manusia kebal” Hasyim Asy’ari akhirnya tembus juga. Ia divonis pecat dari jabatan Ketua dan anggota KPU. Meski formal pemberhentian masih menunggu Keputusan Presiden, akan tetapi Presiden harus menjalankan amar Putusan DKPP No 90-PKE-DKPP/V/2024 tanggal 3 Juli 2024 tersebut.
Sesungguhnya pada Putusan DKPP sebelumnya yang memberi sanksi “peringatan keras terakhir” kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari, publik sudah berharap bahwa ia sudah dipecat. Moral kepemimpinan Hasyim sudah ambruk. Berdampak pada hal penting dan strategis yaitu penerimaan pendaftaran Gibran sebagai Cawapres PKPU No 19 tahun 2023 mengenai persyaratan batas usia 40 tahun yang belum diubah dengan PKPU baru.
Putusan DKPP No 90 tahun 2024 yang memecat Ketua KPU patut dijadikan momen untuk membongkar kembali berbagai kejahatan KPU khususnya soal proses Pilpres yang dinilai cacat moral dan hukum. KPU telah menjadi mainan istana untuk melaksanakan kepentingan politiknya. Karenanya tidak cukup implikasi dari Putusan itu hanya sekadar mengganti personal, akan tetapi lebih mendasar lagi.
Komisioner yang mudah disetir menghancurkan independensi KPU. Perlu dipertimbangkan komposisi KPU yang melibatkan kembali unsur partai politik peserta Pemilu. Saat peserta Pemilu terlibat dahulu KPU dapat bekerja lebih obyektif dan terkontrol. Atau, kalaupun Komisioner tetap seperti saat ini, maka Bawaslu mesti diperkokoh dengan representasi kekuatan pengawasan dari peserta Pemilu.
Putusan DKPP yang telah membuat KPU menangis harus menjadi pelajaran untuk mengambil manfaat dari semangat pengorbanan. Buang personal yang tidak cakap dan tidak berintegritas. Singkirkan budaya hedonis yang berputar hanya pada dunia materi. Saatnya kembali untuk bersikap mulia serta bertindak agamis dan ideologis.
Terngiang kembali suara Ketua KPU yang berkhutbah Idul Adha tentang manusia berkarakter binatang yang harus “disembelih” sebagai nilai dari ibadah kurban. Ternyata hari-hari ini terbukti bahwa Hasyim Asy’ari Ketua KPU itu yang telah menyembelih dirinya sendiri. Ia menjadi orang paling bodoh di muka bumi.
Ironisnya Hasyim saat itu menasihati dan mengajak Jokowi, “jama’ah spesial” dan “boss”-nya untuk sama-sama menyembelih perilaku hewan yang melekat pada insan.
Mungkin Jokowi pun akan bunuh diri tidak lama lagi. Dua dewa penolong Jokowi telah mati, yaitu Anwar Usman dan Hasyim Asy’ari.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan