Bukan Berakhir, Pembunuhan Yahya Sinwar Akan Mempersulit Perang ‘Israel’ di Gaza
SALAM-ONLINE.COM: Analis “Israel”, Meron Rapoport mengatakan pembunuhan terhadap pemimpin Hamas Yahya Sinwar tidak mungkin mengakhiri perang di Gaza. Bahkan kemungkinan akan membuat 101 sandera yang ditawan Hamas di daerah kantong itu dalam bahaya yang lebih besar.
Ada spekulasi bahwa pembunuhan para pemimpin Hamas telah memberi kesempatan bagi Perdana Menteri penjajah, Benjamin Netanyahu—yang berada di bawah tekanan Amerika—untuk menyatakan kemenangan, membuat kesepakatan gencatan senjata, dan membawa pulang para sandera.
“Ini mungkin saja terjadi beberapa bulan lalu, tetapi perang di Gaza kini telah berubah bentuk,” kata jurnalis dan analis “Israel”, Meron Rapoport kepada Middle East Eye.
“Penghapusan Hamas dan pengembalian para sandera bukanlah tujuan perang saat ini,” kata Rapoport.
Selama dua pekan terakhir, pasukan penjajah memaksa ratusan ribu orang untuk meninggalkan Gaza utara. Mereka juga menyetop bantuan yang masuk ke wilayah tersebut, kemudian melancarkan serangan baru terhadap mereka yang masih bertahan.
Analis seperti Rapoport mengatakan militer “Israel” sedang melaksanakan “Rencana Jenderal” yang kontroversial. Niat busuk dan biadab yang dikenal sebagai Rencana Eiland itu menyerukan pembersihan etnis di Gaza utara.
“Sekarang sedang berlangsung, mungkin mustahil dihentikan, bahkan jika Benjamin Netanyahu ingin mengakhiri perang sekarang juga,” kata Rapoport.
“Jalan kembali dari perang ini sangat rumit. Sebuah dinamika telah berkembang yang akan membuat sulit dihentikan,” katanya.
Bersama dengan beberapa bagian tentara, tokoh-tokoh sayap kanan yang kuat dalam pemerintahan Netanyahu akan “ingin menyelesaikan rencana yang lebih besar terkait Gaza”.
Hamas mengatakan pada Jumat (18/10) bahwa para sandera “Israel” yang jadi tawanan kelompok pejuang itu tidak akan dibebaskan sampai perang berakhir dan penjajah menarik diri dari Gaza. Namun para ahli telah memberi tahu bahwa “Rencana Jenderal” akan membuat Gaza utara berada di bawah pendudukan “Israel” tanpa batas waktu.
Pertanyaan Mendasar
Ada juga pertanyaan mendasar tentang dengan siapa “Israel” sekarang akan berunding, apa posisi pengganti Sinwar dan seluruh pimpinan Hamas terhadap pembicaraan tersebut, dan apakah penggantinya akan membebaskan para sandera.
“Tidak jelas apakah (pemimpin baru) akan mampu menjangkau semua korban penculikan dan penculiknya, memutuskan apa yang akan dilakukan terhadap mereka, dan mencegah anarki,” tulis jurnalis Jonathan Lees di Haaretz pada Jumat (18/10/2024).
Koresponden Hayom “Israel”, Shahar Kleiman, mengatakan meskipun tidak jelas bagaimana Hamas akan bernegosiasi ke depannya, kesepakatan penyanderaan bergantung pada rezim Netanyahu.
“Pada akhirnya, keputusan bergantung pada rezim Netanyahu. Seperti yang kita ketahui, ada menteri yang menentang hampir setiap kesepakatan, bahkan yang terjadi pada November,” tulis Kleiman.
Mantan pejabat senior Angkatan Udara Zionis, Zvika Haimovich, mengatakan pada Jumat bahwa pembunuhan Sinwar telah menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban, termasuk apakah serangan terhadap Iran sekarang diperlukan dan apakah kondisi untuk 101 sandera yang tersisa di Gaza akan membaik.
Anggota keluarga para sandera yakin jawabannya adalah “tidak”, dan menuntut agar kesepakatan segera dimajukan. Keluarga sandera menyatakan “keprihatinan yang mendalam” bagi keluarga mereka yang disandera.
Einav Zangauker, ibu dari salah satu sandera, mengatakan kepada “Israel” Hayom: “Sekarang, lebih dari sebelumnya, nyawa anak saya, Matan, dan para sandera lainnya berada dalam bahaya yang nyata.”
“Netanyahu, jangan ganggu para sandera. Pergilah sekarang ke mediator dan publik dan buatlah inisiatif ‘Israel’ yang baru,” kata Zangauker.
Analis Rapoport mengatakan bahwa Hamas “sejak lama” menyetujui pengembalian para sandera dengan syarat “Israel” membebaskan tahanan (warga Palestina) dan gencatan senjata.
“Tetapi saya pikir dinamika perang yang terus-menerus, baik di Gaza maupun di Lebanon dan Iran, memikat (Netanyahu) dan juga memikat tentara selama tidak ada keterpurukan ekonomi,” katanya. (mus)