Pemimpin Transisi Suriah: Butuh Waktu Empat Tahun Lagi untuk Menggelar Pemilu

Presiden Transisi Suriah Ahmad Hussein Al Sharaa

SALAM-ONLINE.COM: Pemimpin Transisi Suriah, Ahmed Hussein al-Sharaa, mengatakan penyelenggaraan pemilu di negara yang baru selesai dilanda perang itu bisa memakan waktu hingga empat tahun lagi.

Ini adalah pertama kalinya pemimpin baru Suriah menyatakan kemungkinan jadwal pemilu sejak pejuang oposisi—yang dimotori oleh Hay’at Tahrir al-Syam (HTS)—pimpinan al-Sharaa (Abu Mohammad al-Jolani) itu menggulingkan penguasa lama Basyar Asad pada 8 Desember 2024 lalu.

“Penyusunan ‘konstitusi baru’ bisa memakan waktu hingga tiga tahun,” kata al-Sharaa kepada stasiun televisi Al Arabiya milik Saudi, Ahad (29/12).

“Kami perlu menyusun ulang konstitusi yang bisa berlangsung selama dua atau tiga tahun,” tambahnya. Setahun kemudian akan digelar pemlihan umum.

Dengan demikian pemilihan umum diadakan dalam empat tahun ke depan. Hal ini mengingat pemerintah harus melakukan sensus penduduk terlebih dahulu. Sensus diperlukan untuk menentukan jumlah pemilih yang memenuhi syarat sebagai pemilih di negara tersebut.

“Setiap pemilihan umum akan memerlukan pelaksanaan sensus penduduk yang komprehensif,” katanya.

Al-Sharaa mengatakan rakyat Suriah akan menyaksikan perubahan signifikan di negara mereka dalam waktu sekitar satu tahun. Ia menyebut HTS—kekuatan militer dan politik paling dominan di Suriah—akan dibubarkan pada konferensi dialog nasional.

Pernyataan al-Sharaa muncul saat pemerintah baru di Damaskus berupaya meyakinkan tetangganya tentang perdamaian dan stabilitas di negara multietnis tersebut.

Baca Juga

“Suriah tidak akan menjadi sumber gangguan bagi siapa pun,” tuturnya kepada Al Arabiya.

Al-Sharaa mengatakan Suriah memiliki kepentingan strategis yang sama dengan Rusia, sekutu dekat dan pendukung militer Basyar Asad selama perang Suriah 13 tahun lebih. Ia menegaskan kembali sinyal damai yang telah dibuat pemerintahnya sebelumnya. Bulan ini, ia mengatakan hubungan Suriah dengan Rusia harus melayani kepentingan bersama.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan status pangkalan militer Rusia di Suriah akan menjadi subjek negosiasi dengan pimpinan baru di Damaskus.

“Ini bukan hanya masalah mempertahankan pangkalan atau benteng kita, tetapi juga kondisi operasi, pemeliharaan, penyediaan dan interaksi dengan pihak lokal,” katanya dalam wawancara dengan kantor berita Rusia RIA yang dirilis pada Ahad (29/12).

Al-Sharaa juga menyatakan harapannya Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump akan mencabut sanksi yang dijatuhkan pada Suriah di era rezim Asad.

“Sanksi terhadap Suriah dikeluarkan berdasarkan kejahatan yang dilakukan rezim (lama),” ucap Al Sharaa.

“Karena Asad sudah tidak ada, maka sanksi-sanksi ini seharusnya dicabut secara otomatis,” tembahnya.

Para diplomat senior AS yang mengunjungi Damaskus bulan ini mengatakan bahwa al-Sharaa nampak pragmatis. Washington sendiri telah memutuskan mencabut hadiah $10 juta untuk kepala pemimpin HTS tersebut. (mus)

Baca Juga