Pukul Mundur Pasukan Rezim Asad, Mujahidin Suriah Ambil Alih Kota Hama
SALAM-ONLINE.COM: Terus bergerak maju, Mujahidin Suriah berhasil menguasai pusat kota Hama setelah berhasil memukul mundur pasukan rezim Basyar Asad, Kamis (5/12/2024).
Tentara rezim Suriah mengumumkan pada Kamis (5/12) bahwa mereka tidak lagi menguasai kota tersebut. Sementara sebuah kelompok aktivis mengatakan bahwa para pejuang yang dipimpin Hay’at Tahrir al-Syam (HTS) membebaskan ribuan tahanan dari penjara Hama.
“Dalam beberapa jam terakhir, dengan meningkatnya konfrontasi antara tentara kami dan kelompok (perlawanan)… kelompok-kelompok ini berhasil menembus sejumlah benteng di kota dan memasukinya,” kata militer rezim Basyar Asad.
Ditambahkan bahwa unit militer yang ditempatkan di sana telah dikerahkan kembali di luar kota.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), sebuah kelompok yang berbasis di Inggris yang memantau perang tersebut, sebelumnya mengatakan bahwa ada pertempuran jalanan melawan pasukan rezim di sejumlah daerah dan di seluruh kota.
“Pasukan kami memasuki dan membebaskan kawasan yang luas di kota, dan pasukan musuh runtuh,” kata komandan pejuang Suriah Letnan Kolonel Hassan Abdul Ghani kepada Middle East Eye (MEE).
“Kami merebut departemen kepolisian utama di pusat kota dan penjara umum, dan membebaskan banyak tahanan. Bentrokan sedang berlangsung untuk membebaskan seluruh kota dalam beberapa jam mendatang.”
Pejuang Suriah, yang dipimpin oleh Hay’at Tahrir al-Syam (HTS), telah merebut sebagian besar wilayah, termasuk kota kedua terbesar Suriah, Aleppo, sejak melancarkan serangan mendadak pekan lalu.
Menurut SOHR, 727 orang—sebagian besar kombatan, tetapi juga 111 warga sipil—telah tewas di Suriah sejak serangan dimulai.
Rusia (yang selama ini bersama Iran membantu rezim Suriah) telah melancarkan serangan udara terhadap Mujahidin Suriah dalam upaya untuk memperkuat pasukan reaim Basyar Asad, yang telah berupaya menghentikan gerak laju perlawanan kelompok pejuang Suriah.
Maju ke Homs?
Pasukan pejuang Suriah kini mengincar Homs, sebuah kota yang memainkan peran penting dalam revolusi pro-demokrasi pada tahun 2011 yang berubah menjadi perang. Beberapa mantan pejuang di Talbiseh, sebuah kota di pinggiran utara kota tersebut, telah menyatakan kesetiaan mereka kepada HTS dalam beberapa hari terakhir.
Dalam pidato yang ditayangkan melalui video pada Kamis (5/12), pemimpin HTS Abu Mohammad al-Jaulani mengumumkan bahwa “pasukan revolusioner” telah memasuki Hama.
“Saya berdoa kepada Allah agar ini menjadi kemenangan yang penuh belas kasihan dan kebaikan, bebas dari balas dendam,” katanya.
Hama memiliki nilai simbolis bagi banyak orang karena sejarahnya sebagai benteng oposisi terhadap rezim Basyar Asad dan ayahnya Hafez Asad.
Pada tahun 1982, setelah perlawanan yang dipimpin oleh Ikhwanul Muslimin di kota tersebut, Hafez Asad melancarkan serangan brutal berupa penindasan, pembunuhan dan serangan udara yang membunuh 20.000-40.000 orang.
Jihad Yazigi, pemimpin redaksi Syria Report mengatakan kepada MEE, bahwa dengan jatuhnya Hama ke tangan Mujahidin maka hampir dipastikan harapan rezim Asad untuk merebut kembali Aleppo telah berakhir.
“Di Suriah, orang cenderung menyebut setiap desa dan kota ‘strategis’. Tidak semuanya strategis, tetapi saya pikir pentingnya dikuasainya Hama adalah menempatkan rezim dalam situasi di mana ia tidak dapat mundur lagi,” jelasnya.
Setelah jatuhnya Hama, Homs tetap menjadi garis pertahanan terakhir Damaskus. Dan meskipun kejatuhannya tidak akan selalu “bersifat eksistensial” bagi rezim Asad, Yazigi berpendapat bahwa hal itu kemungkinan akan mendorong sekutu Asad, yaitu Rusia dan Iran, untuk menuntut perubahan yang berarti “karena mereka takut kehilangan segalanya”.
“Hama tidak strategis, tetapi Homs strategis karena menghubungkan Damaskus dengan wilayah pesisir, yang merupakan inti dari basis loyalis, dan bagi Iran, kehilangan Homs berarti berpotensi kehilangan akses ke Lebanon,” katanya.
Reaksi yang berbeda
Homs adalah benteng besar terakhir yang dikuasai rezim sebelum ibu kota Damaskus dan kejatuhannya akan membuat rezim Asad jadi rentan.
Utusan PBB untuk Suriah Geir Pedersen pada Rabu (4/12) mengatakan perkembangan terakhir telah memicu “reaksi yang berbeda di antara rakyat Suriah, ancaman serius bagi sebagian orang, tanda harapan bagi yang lain”. Ia menekankan perlunya melindungi warga sipil.
Gambar yang dirilis di media sosial menunjukkan warga pendukung kelompok pejuang merayakan kemenangan di Hama, sementara anggota oposisi yang diasingkan memuji perebutan kota itu sebagai batu loncatan yang mungkin untuk menggulingkan Basyar Asad.
Pada Kamis, kedutaan besar China di Suriah mengatakan warganya harus meninggalkan negara itu sesegera mungkin.
China merupakan salah satu dari sedikit anggota masyarakat internasional yang mendukung rezim Asad sejak pecahnya perang dan salah satu dari sedikit negara yang dikunjungi Basyar Asad di luar negeri sejak 2011.
Kementerian luar negeri China mengatakan pada Senin (2/12) bahwa mereka mendukung upaya Suriah untuk menjaga keamanan dan stabilitas nasional.
Perang Suriah, yang pecah setelah pasukan rezim menembaki pengunjuk rasa pada Maret 2011, telah menewaskan lebih dari setengah juta orang. Sekitar 12 juta orang masih mengungsi akibat pertempuran dan penindasan rezim. Setengahnya lagi mengungsi ke luar negeri.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Kamis mengatakan “pembantaian” rezim Asad di Suriah merupakan hasil dari “kegagalan kolektif kronis” untuk memulai proses politik di negara tersebut sejak 2011.