Turki Siap Berikan Dukungan Militer kepada Pemerintahan Baru Suriah
SALAM-ONLINE.COM: Menteri Pertahanan Turki Yasar Guler mengatakan pada Ahad (15/12/2024) bahwa Turki siap memberikan dukungan militer kepada pemerintahan baru Suriah jika bantuan tersebut diminta, Reuters melaporkan. Ia menegaskan bahwa pemerintahan baru tersebut harus diberi kesempatan.
Turki, anggota NATO, mendukung kelompok pejuang Suriah yang menggulingkan rezim Basyar Asad akhir pekan lalu. Tumbangnya Asad mengakhiri perang selama 13 tahun.
Menurut The Guardian, Turki memegang pengaruh yang cukup besar di wilayah barat laut itu. Negara yang dipimpin Presiden Recep Tayyip Erdogan ini membiayai kelompok perlawanan di Suriah. Turki juga memelihara hubungan kerja dengan Hay’at Tahrir Al-Syam (HTS), yang memelopori serangan pengguligan Asad.
“Dalam pernyataan pertama mereka, pemerintahan baru yang menggulingkan Asad mengumumkan bahwa mereka akan menghormati semua lembaga pemerintah, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan organisasi internasional lainnya,” kata Guler kepada wartawan di Ankara, Ahad (15/12)..
“Kami pikir kami perlu melihat apa yang akan dilakukan pemerintahan baru (Suriah) dan memberi mereka kesempatan,” tambahnya.
Ketika ditanya apakah Turki mempertimbangkan kerja sama militer dengan pemerintahan baru Suriah, Guler mengatakan Ankara telah memiliki perjanjian kerja sama dan pelatihan militer dengan banyak negara.
“(Turki) siap memberikan dukungan (militer) yang diperlukan jika pemerintahan baru (Suriah) memintanya,” katanya.
Sementara itu, lebih dari 7.600 migran Suriah menyeberangi perbatasan Turki untuk kembali ke rumah dalam lima hari setelah jatuhnya Asad, kata Menteri Dalam Negeri Turki Ali Yerlikaya pada Ahad (15/12).
Dalam sebuah pernyataan di X, Yerlikaya mencantumkan jumlah total warga Suriah yang kembali secara sukarela dari Turki setiap hari antara tanggal 9 dan 13 Desember, dengan jumlah total dalam lima hari mencapai 7.621 migran.
Turki adalah rumah bagi hampir tiga juta pengungsi yang melarikan diri dari Suriah setelah dimulainya perang di negeri Syam itu pada 2011. Jatuhnya Asad akan meningkatkan harapan banyak orang untuk kembali ke rumah mereka di Suriah.
Pada Senin pagi, koresponden AFP melihat ratusan pengungsi berkumpul di perbatasan Cilvegozu yang melintasi sekitar 50 kilometer (30 mil) di sebelah barat Aleppo, kota terbesar kedua di Suriah. Data kementerian dalam negeri menunjukkan 1.259 orang menyeberang hari itu.
“Sebanyak 1.669 orang lainnya menyeberang pada Selasa, 1.293 pada Rabu, 1.553 pada Kamis, dan 1.847 pada hari Jumat,” kata Yerlikaya.
Menurut Yerlikaya, dalam waktu 48 jam setelah tumbangnya Asad, Turki telah meningkatkan kapasitas penyeberangan hariannya dari 3.000 menjadi 15.000-20.000..
Turki berbagi perbatasan sepanjang 900 kilometer (560 mil) dengan Suriah dengan lima penyeberangan operasional. Yerlikaya mengatakan akan membuka penyeberangan keenam di ujung barat untuk “memperlancar lalu lintas”.
“Sekitar 1,24 juta—sekitar 42 persen—dari mereka berasal dari wilayah Aleppo,” kata kementerian dalam negeri.
Turki mengumumkan telah membuka kembali kedutaan besarnya di Damaskus, hampir sepekan setelah perlawanan yang dipimpin kelompok Islam berhasil menumbangkan rezim Asad dan 12 tahun setelah misi diplomatik Turki ditutup pada awal perang Suriah.
Dalam pernyataan bersama setelah pertemuan di Yordania, diplomat dari AS, Turki, Uni Eropa dan negara-negara Arab “menegaskan dukungan penuh kepada rakyat Suriah pada titik kritis dalam sejarah mereka untuk membangun masa depan yang lebih penuh harapan, aman dan damai.”
Mereka menyerukan transisi yang dipimpin Suriah untuk “menghasilkan pemerintahan yang inklusif, non-sektarian dan representatif yang dibentuk melalui proses yang transparan”, dengan menghormati hak asasi manusia. (mus)