Pemimpin Negara-negara Muslim Tuntut India Tarik Pasukannya dari Kashmir
SALAM-ONLINE: Para pemimpin dari negara-negara Muslim mengutuk aneksasi terhadap Kashmir yang dilakukan penjajah India. Para pemimpin negara-negara Muslim itu menuntut India menarik pasukan bersenjatanya dari lembah Himalaya tersebut.
Ketua Dewan Hak Asasi Manusia Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Adama Nana, mengecam aneksasi India tersebut dalam webinar yang diselenggarakan oleh World Kashmir Awareness Forum (WKAF), Selasa (4/8/20)
“Pemerintah India telah menganiaya para aktivis hak asasi manusia dan orang tak bersalah dengan tuduhan palsu di bawah hukum kejam yang merupakan pelanggaran serius hukum internasional,” kata Nana.
Pembatasan yang terus menerus dilakukan oleh India, menyebabkan kerugian ekonomi yang besar di wilayah tersebut. Dia menyatakan protesnya terhadap penjajah India yang telah mengerahkan penganiayaan sistemik terhadap Muslim Kashmir.
Sementara Perwakilan Tetap Pakistan untuk PBB Munir Akram mengatakan Perdana Menteri India Narendra Modi telah menutup semua pintu dialog dan menggunakan kekuatan terhadap orang-orang tak bersalah di Kashmir.
“India telah mengerahkan lebih dari 900.000 tentara di Kashmir dan melakukan kekejaman terhadap orang-orang tak bersalah,” katanya.
Akram mengungkapkan bahwa dia telah menyerahkan dua dokumen kepada Dewan Keamanan PBB pada Senin (3/8) terkait pelanggaran hak asasi manusia di Kashmir. Dia juga menguraikan kasus hukum lembah yang disengketakan itu.
Akram mendesak komunitas internasional agar mendukung tujuan sah warga Kashmir untuk mendapatkan hak-hak mereka sesuai dengan Resolusi DK PBB.
Sami Al-Arian, Direktur Pusat Urusan Islam dan Global Turki, mengatakan warga Kashmir dan Palestina berjuang untuk menentukan nasib sendiri di bawah pendudukan militer dan menghadapi kekuatan rasis dan Zionis.
“Kedua negara, Kashmir dan Palestina, menderita kemiskinan karena pasukan pendudukan (penjajah) telah menyebabkan mereka kehilangan kekuatan ekonomi yang sangat besar. (Pasukan pendudukan) menggunakan kekuatan melawan orang-orang yang tidak bersalah,” ujar Arian.
Dia menyesalkan berkembangnya Islamofobia. Menurutnya, Zionis Yahudi dan India mengusung Islamofobia.
Di sisi lain, Presiden Azad Jammu dan Kashmir, Sardar Masood Khan, mengkritik bungkamnya Dewan Keamanan PBB.
“Pasukan India membunuh orang-orang Kashmir yang tak bersalah, sementara dunia diam,” kata Khan.
“Pada 5 Agustus 2019, tindakan India yang mencabut status khusus lembah itu ilegal dan Kashmir telah menolaknya,” tegasnya.
Penulis terkenal yang juga sejarawan dari Inggris, Victoria Schofield, yang juga jadi pembicara di webinar mengatakan, orang Kashmir yang tinggal di lembah yang indah itu, harus “menikmati kebebasan” yang dinikmati orang lain.
Dia mengkarakteristikkan situasi di Kashmir yang sangat memprihatinkan bagi komunitas internasional. “Bahkan jurnalis tidak diperbolehkan melaporkan situasi sebenarnya dari lapangan,” sesalnya.
Pembicara lainnya dalam webinar ini adalah Presiden Dewan Konsultasi Malaysia untuk Organisasi Islam, Mohammad Abdul Hamid; Ibrahim Bulushi (Kenya) dan Ghulam Nabi Mir (Direktur WKAF).
Para peserta webinar menuntut penarikan segera militer, pemulihan semua konektivitas internet dan hubungan komunikasi, serta membebaskan semua tahanan politik, termasuk anak-anak di bawah umur, wartawan dan anggota masyarakat sipil.
“Izinkan akses tanpa batas untuk memantau dan melaporkan pelanggaran hak asasi manusia oleh badan-badan internasional yang kredibel, termasuk Amnesty International, Human Rights Watch, Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia, Organisasi Dunia Melawan Penyiksaan (WOAT), Dokter Tanpa Batas, Dokter untuk Hak Asasi Manusia dan Spesialis Khusus PBB Pelapor Penyiksaan dan pelapor tematik PBB lainnya,” tuntut para peserta.
Mereka juga mendesak penghentian dan pembatalan semua hukum, seperti Hukum Domisili, yang telah dilembagakan untuk mempercepat perubahan demografis dan pembersihan etnis, budaya, politik Jammu dan Kashmir.
“Melucuti dan menarik semua personel militer dan paramiliter India dari wilayah-wilayah pendudukan sehingga semua orang di Jammu & Kashmir dapat menggunakan hak untuk menentukan nasib sendiri mereka secara bebas melalui referendum yang bebas dan adil seperti disepakati oleh Pemerintah India dan Pakistan serta Dewan Keamanan PBB sejak 1948,” kata para pemimpin Kashmir. (mus)
Sumber: Anadolu