Pakar Palestina: Kesepakatan UEA dengan Zionis Adalah Pengkhianatan
Kesepakatan Uni Emirat Arab dengan Zionis sama saja memberikan “kunci” kepada penjajah itu untuk masuk menduduki Al-Aqsha, Baitul Maqdis (Yerusalem). “UEA telah terlibat dalam semua aspek perbuatan jahat di kawasan tersebut,” kata pakar politik Palestina.
SALAM-ONLINE: Perjanjian normalisasi hubungan yang baru-baru ini disepakati antara Uni Emirat Arab (UEA) dengan Zionis penjajah adalah “pengkhianatan” terhadap Masjid Al-Aqsha, Yerusalem (Baitul Maqdis) dan perjuangan bangsa Palestina, kata seorang pakar politik.
Diumumkan pekan lalu, kesepakatan yang ditengahi AS itu seolah-olah digambarkan sebagai pendekatan UEA untuk menghentikan rencana aneksasi Zionis di Tepi Barat yang diduduki. Maka, kesepakatan ilegal itu pun memicu kecaman luas dari warga Palestina di seluruh dunia.
Pada Senin (17/8/20) lalu, Perdana Menteri penjajah Benjamin Netanyahu mengatakan kepada Sky News Arabia yang berbasis di Abu Dhabi, UEA, bahwa penangguhan aneksasi (pencaplokan) Tepi Barat “untuk sementara waktu” adalah tuntutan dari AS.
Menurut Netanyahu, AS saat ini memprioritaskan perluasan lingkaran perdamaian di wilayah tersebut.
Pengkhianatan
Menurut Direktur Pusat Islam dan Urusan Global Turki Sami al-Arian yang berbasis di Istanbul, apa yang disebut sebagai “perjanjian perdamaian”, tidak hanya menempatkan Palestina dan hak-hak mereka dipinggirkan, tetapi juga gagal membantu Palestina mendapatkan hak-hak mereka karena manuver UEA hanya bertujuan untuk mengamankan kepentingannya dengan AS melalui Zionis penjajah.
“Kesepakatan itu tentu saja merupakan penyerahan total pada salah satu Masjid paling suci di seluruh dunia Islam,” kata Arian kepada kantor berita Anadolu, Kamis (20/8/20).
Al-Arian mengatakan situasi seperti yang diterapkan oleh penguasa UEA atau siapa pun “memberi Zionis kunci untuk ke Al-Aqsha dan Yerusalem”.
“Ini adalah pengkhianatan, tidak hanya kepercayaan yang telah diberikan kepada dunia Islam lebih dari 1.400 tahun yang lalu, tetapi juga (amanah) bagi perjuangan dan rakyat Palestina,” tegas akademisi Palestina itu.
Untuk melaksanakan kesepakatan itu, Presiden Zionis penjajah Reuven Rivlin pada Senin lalu mengirim undangan kepada Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed Al-Nahyan untuk mengunjungi wilayah jajahannya di Palestina.
Pada hari yang sama, Kepala Intelijen Zionis (Mossad) Yossi Cohen tiba di UEA untuk mengadakan pembicaraan terkait perjanjian normalisasi hubungan antara kedua pihak, kata media penjajah.
“Terlepas dari kesepakatan tersebut, rakyat Palestina akan tetap menentang dan waspada terhadap upaya semacam itu dan tidak akan pernah menyerahkan hak mereka, tidak hanya di Yerusalem dan al-Aqsha, tetapi juga di seluruh Tanah Palestina,” kata al-Arian.
Di tengah kecaman atas kesepakatan itu, negara-negara Arab lainnya secara resmi memberikan dukungan normalisasi hubungan tersebut ketika Netanyahu pada Jumat mengucapkan terima kasih kepada rezim berdarah Mesir pimpinan Abdel-Fattah al-Sisi, pemerintah Oman dan Bahrain atas dukungan mereka terhadap pengkhianatan yang dilakukan UEA.
Mengomentari dampak politik dan sosiologis dari kesepakatan normalisasi hubungan di kawasan ini, profesor Palestina itu mengatakan langkah tersebut memunculkan dua aliansi yang saling bertentangan di dunia Arab.
“Saya pikir sangat jelas sekarang bahwa kita memiliki dua aliansi, satu yang telah sepenuhnya melepaskan peran mereka untuk melindungi hak dan martabat orang-orang di seluruh kawasan dan mereka telah bersekutu dengan Zionis. Satu lagi adalah masyarakat di wilayah tersebut.” terangnya.
“Uni Emirat Arab telah terlibat dalam setiap aspek perbuatan jahat di seluruh wilayah (kawasan) itu,” tegasnya.
Menurut al-Arian, pada dasarnya langkah yang dilakukan Abu Dhabi (UEA) itu bertentangan dengan keinginan merdeka orang-orang di wilayah tersebut dan bertolak belakang pula dengan warisan sejarah.
Mengomentari peran regional UEA, al-Arian mengatakan, di banyak negara, mereka telah mencoba mendukung dominasi koruptor dan tirani seperti yang telah kita lihat di Mesir, Tunisia, Libya, Yaman dan Sudan.
“Bahkan nampak dalam upaya mereka untuk mendukung komplotan kudeta di Turki beberapa tahun lalu,” ungkapnya.
“Anda (UEA) bisa mencoba memanipulasi rakyat, Anda dapat mencoba untuk menekan rakyat, Anda dapat mencoba untuk menganiaya rakyat dan mencoba untuk memastikan bahwa mereka (rakyat) tidak melakukan perlawanan atau bangkit, tetapi hal itu tidak bisa berlanjut selamanya,” ujar al-Arian seraya menegaskan bahwa rakyat di kawasan tersebut akan menentang upaya (pengkhianatan) yang telah dilakukan UEA itu.
Al-Arian mengindikasikan bahwa orang-orang di kawasan tersebut akan melakukan perlawanan. Menurutnya, akan muncul “gelombang lain dari gerakan Musim Semi Arab”.
“Saya yakin mereka (rakyat di kawasan itu) akan menolak semua jenis penyerahan diri kepada entitas Zionis. Mereka akan menolak segala jenis hegemoni asing, baik yang datang dari penjajah (Zionis) ataupun yang berasal dari luar kawasan tersebut,” kata al-Arian. (mus)