Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Menjadi pemimpin itu berisiko rahmat atau laknat. Tergantung dari menunaikan amanat atau khianat. Pemimpin harus betul-betul memperhatikan kepentingan rakyat yang dipimpinnya. Bukan berorientasi pada kepentingan dirinya sendiri yang hanya untuk menumpuk kekuasaan atau kekayaan. Pemimpin demikian pasti dibenci oleh rakyat.
Ketika terjadi situasi yang menimpa pada diri pemimpin apakah kesulitan atau sakit atau penderitaan lainnya, maka rakyat bukan simpati dengan mendoakan agar lepas dari kesulitannya, melainkan mengolok-olok, menghukumi, bahkan mungkin akan mendoakan yang buruk. Betapa celakanya urusan dunia dan akhirat pemimpin yang dibenci oleh rakyatnya.
Di musim Covid-19 ketika pejabat tertular maka lihat bagaimana reaksi publik. Tak peduli dengan kondisi yang mungkin akan membaik atau sembuh. Sumpah serapah bertebaran di media sosial. Mengaitkan dengan perilakunya yang selalu menyakiti rakyat atau umat.
Kasus Menag yang diberitakan terkena Covid-19 suatu hal yang biasa dan mungkin sembuh. Tapi jagat dunia maya heboh. Ada yang mengaitkan sebagai peringatan agar taubat hingga ada yang nyeletuk ini azab.
Mengapa Menteri yang mengurusi Agama dicaci hingga diminta taubat segala? Ini semua akibat ulah sendiri. Menteri Agama itu fungsinya menjaga Agama bukan merusak dan menyakiti umat beragama. Ributnya cuma radikalisme dan intoleransi. Akibatnya ya itulah dibenci umat.
Banyak Menteri yang tidak amanah, tidak disukai sikap dan kebijakannya oleh rakyat. Menteri Pendidikan, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Kesehatan, Mendagri, Menko Maritim dan Investasi, dan Menteri lain yang rawan dibenci oleh rakyatnya. Jika banyak Menteri yang tak disukai maka sudah pasti bermuara kepada Presiden.
Sedikit sekali puja-puji kepada Presiden, itu pun dilakukan oleh orang yang dikualifikasikan sebagai pendukung buta. Tetapi yang mengolok-olok atau membully justru jauh lebih banyak. Ketika media mainstream dibungkam, media sosial menjadi cermin. Lihat dan rasakan kontennya positif ataukah negatif.
Terlepas dari konteks aktual, namun menjadi pelajaran sejarah bahwa pemimpin yang dibenci oleh rakyatnya bukan saja dipastikan jatuh dengan sakit. Tetapi juga kenangan pasca jatuhnya penuh dengan cerita kenistaan dan keburukan. Tinta hitam mengenai masa kelam kepemimpinannya. Pemimpin yang dibenci karena ketidakadilan diancam azab pedih di hari kiamat.
“Asyaddunnaasi ‘adzaaban yaumil qiyaamati imaamun jaa-ir” (orang yang paling pedih siksanya di hari kiamat adalah pemimpin yang zalim/curang)—HR Thabrani.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan akan adanya pemimpin yang pura-pura bercitra baik. Bahkan dalam beragama, sehingga orang pun kagum dan terkecoh. Padahal dia orang yang paling keras dalam kezaliman.
“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, bahkan dipersaksikan kepada Allah, padahal ia adalah penentang (agama) yang paling keras,” (QS Al Baqarah: 204).
Kebencian umat kepada perilaku zalim tidak serta merta menghentikan kezaliman. Dapat saja waktunya Allah tangguhkan dan azab itu datang kelak dengan tiba tiba pada momen yang pas dan tepat. Tanpa disadari.
“Dan ikutilah sebaik-baik yang diturunkan Allah sebelum datang azab bagimu tiba-tiba (baghtatan) sedang kamu tidak menyadari,” (QS Az Zumar 55).
Oleh karenanya hendaklah pemimpin itu tidak bermain-main dalam melaksanakan peran kepemimpinannya. Adalah keliru untuk masa bodoh dengan kejengkelan atau kebencian rakyatnya.
Sadarlah bahwa semua amal bumi berdampak langit. Tuhan itu Maha Mendengar dan Maha Melihat. Azab-Nya dapat datang dengan cepat dan tiba-tiba.
*) Pemerhati Politik dan Keumatan
Bandung, 4 Safar 1442 H/22 September 2020 M