Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Kasus kericuhan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata pada 30 September 2020 sore saat acara ziarah dan tabur bunga Purnawirawan TNI ini tidak mungkin tanpa desain. Aksi demo yang “menolak” sudah dapat diduga sebagai buatan, bayaran dan teror. Pantas jika aksi pelecehan seperti ini mendapat perlawanan.
Baik peserta aksi demo maupun pembuat aksi semestinya ditindak oleh aparat Kepolisian. Tetapi selalu saja terkesan dibiarkan sehingga kening berkerut dengan seratus pertanyaan. Pemerintah sedang bermainkah?
Betapa kasar permainannya. Jika model seperti ini masuk kategori operasi intelijen, maka betapa tidak cerdiknya operasi itu.
Para purnawirawan TNI turun gunung melakukan aksi moral. Purnawirawan adalah hati dan cermin dari TNI aktif yang masih terikat oleh disiplin komando. Fenomena kegelisahan ini semestinya ditangkap dengan sepenuh jiwa karena kondisi ini tidak biasa.
Selain ulama, santri dan aktivis Islam, maka TNI adalah sasaran PKI. Kepekaan elemen ini cukup tinggi terhadap ancaman dan bahaya PKI dan Komunisme. Oleh karenanya agenda ziarah dan tabur bunga pada 30 September ini menjadi sinyal dari kepekaan tersebut. Pemerintahan Joko Widodo semestinya memahami perasaan “old soldiers” yang sedang mengunggah memori.
Ketika kasus laporan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) atas M Said Didu (MSD), maka dukungan Purnawirawan TNI kepada MSD mengalir deras. Demikian juga saat Ruslan Buton ditangkap dan terlebih lebih peradilan Kivlan Zen, luar biasa. Ribuan Purnawirawan, di antaranya ratusan Pati memberi dukungan tertulis. Fenomena turun gunung para Purnawirawan TNI ini menjadi peristiwa politik yang menarik.
Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang bersedia menjadi salah seorang Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) adalah sebuah kejutan. KAMI sebuah gerakan yang sangat kritis terhadap penyelenggaraan negara pimpinan Presiden Joko Widodo. Gatot tentu tidak sendirian. Ada banyak barisan Purnawirawan di belakangnya.
Aksi Purnawirawan di berbagai even tidak bisa dianggap angin lalu. Di samping wujud kekecewaan atas peran terlalu besar “angkatan” Kepolisian dan pengecilan TNI pasca pemisahan, juga hal ini menjadi suara keras gerakan moral dan patriotisme. Arah pengelolaan negara dinilai telah jauh melenceng. Melenceng jauh.
Purnawirawan adalah hati dan cermin dari TNI aktif yang masih terikat oleh disiplin komando.
Komando yang kadang dibelenggu oleh permainan politik.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 13 Safar 1442 H/1 Oktober 2020 M