Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Membela diri dengan membantah dirinya PKI, kemudian melabrak milenial yang berdemo serta menuduh pendemo sebagai pembakar halte adalah berlebihan. Kasihan juga Mbak Mega selalu sewot dan marah-marah. PDIP adalah partai penguasa, tetapi seperti oposisi sikap politiknya. Lalu ada masalah serius apa?
Empat alasan mengapa Megawati dan PDIP disorot:
Pertama, tuduhan PKI dan bantahan muncul saat Menlu AS datang dan mengingatkan peran Partai Komunis Cina (PKC) di Indonesia serta bahayanya. Mega bersinggunggan dengan tuduhan PKI wajar karena PDIP memiliki kader elemen kiri sebagaimana terindikasi dan pengakuan kader PDIP Arteria Dahlan.
Kedua, nuansa Orde Lama dalam RUU HIP. Wajar pula karena RUU HIP diinisiasi oleh kader PDIP dan sebagaimana publik berargumen dalam berbagai aksinya telah mengaitkan isi RUU dengan paham komunisme. Meskipun telah berganti menjadi RUU BPIP namun posisi RUU HIP kini tetap mengambang. Memperpanjang tuduhan.
Ketiga, mempertanyakan prestasi milenial. Dengan menuduh milenial sama saja dengan menohok siswa atau mahasiswa yang berunjuk rasa. Pasti ada serangan balik dengan mempertanyakan adakah prestasi Megawati selama jadi Presiden maupun Ketum partai “wong cilik” ? Nyatanya miskin prestasi, jika tidak ingin disebut dengan wanprestasi.
Keempat, bakar-bakar halte. Sudah viral yang membakar itu bukan pengunjuk rasa baik buruh ataupun mahasiswa tetapi gerombolan peliharaan. Nah peliharaan siapa? Itu masalahnya. PDIP harus teriak agar diusut tuntas siapa di balik gerombolan para pemfitnah jahat tersebut. Aksi penyelundupan aksi harus dihentikan oleh seruan Megawati sebagai tokoh yang berpengaruh.
Kini Megawati gelisah, apakah karena Jokowi sudah tak bisa menjadi petugas partai lagi ataukah PDIP yang diserang atau dibully sementara Joko Widodo diam saja? Nampaknya tidak ada pembelaan sama sekali.
Ada tendensi munculnya partai atau kekuatan lain yang lebih mampu mengendalikan Joko Widodo ketimbang Megawati sebagai komandan dari “the ruling party”.
Ujungnya memang persoalan Pilpres 2024 yang menggelisahkan. Di samping popularitas Anies dan Gatot meningkat, juga di internal PDIP Puan Maharani atau Budi Gunawan yang digadang-gadang, ternyata sulit merangkak naik. Kejutan justru nama Ganjar Pranowo yang lebih berkibar.
Mega memang sedang dirundung malang. Tiga hal yang dapat dilakukan untuk memulihkan dan merekonstruksi:
Pertama, bersihkan PDIP dari kader atau anasir kiri yang sudah terbaca publik. Kedua, revisi platform kekiri-kirian dari perjuangan partai yang tertuang dalam AD/ART dan prinsip perjuangan lainnya. Ketiga, jangan tempatkan kelompok agama sebagai musuh. Di samping kontra-produktif, juga patut disadari bahwa bangsa Indonesia adalah masyarakat yang relijius dan anti sekularisme.
Selamat merenung, tak perlu tergantung pada daya dukung otoritas Presiden yang fakta politiknya kini berada dalam keadaan yang tidak terlalu ajeg. Tingkat kepercayaan yang semakin merosot.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 16 Rabi’ul Awwal 1442 H/2 November 2020 M