Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE.COM: Seperti pedagang kelontong keliling yang menjajakan barang dagangannya, “Panciii…keteeel…piring…sikaaaat…” Yang terakhir, yaitu sikat, langsung dibeli oleh Menteri Koordinator Polhukam Mahfud MD. Ia bersiap-siap menggunakan sikat tersebut untuk menyikat rombongan penyambut kedatangan Habib Rizieq Syihab (HRS) dari Makkah tanggal 10 November 2020 jika berbuat rusuh.
Awalnya ia menganggap kecil persoalan penyambutan dengan menyatakan bahwa pengikut Habib Rizieq itu kecil dan HRS bukan orang suci. Berbeda dengan kedatangan Khomeini saat Revolusi Iran tahun 1979. Khomeini itu orang suci, katanya.
Khomeini itu orang suci menurut Syi’ah, menurut Umat Islam tentu tidak, banyak kotornya juga. Khomeini itu politisi yang tidak suci. Banyak caci maki dan melanggar syar’i. Contohnya dalam buku “Thaharah 3/457” Khomeini berujar:
“Aisyah, Thalhah, Zubair dan Muawiyah dan orang-orang sejenisnya lebih najis dari anjing dan babi.”
Menurut mantan sahabatnya, Husein Al Musawi, Khomeini bejat akhlak karena menikahi anak gadis 4 tahun. Terdengar tangisan anak itu saat Khomeini tidur di sebelah kamar Musawi.
Nah, karena HRS bukan orang suci maka soal kedatangannya tak perlu dikhawatirkan.
Tapi kemudian rupanya Pak Menko ini khawatir juga. Respons Umat Islam terhadap rencana kepulangan HRS cukup besar. Nah kekhawatiran ini yang membuat Mahfud mengancam akan main panic, eh sikat. Seharusnya Pak Menko tahu kapan aksi seperti ini rusuh. Setiap aksi, khususnya unjuk rasa buruh, mahasiswa, apalagi Umat Islam, itu sebenarnya baik-baik dan damai.
Muncul kerusuhan dan perusakan di ujung waktu adalah rekayasa. Ada spesialis perusuh bayaran dan peliharaan yang digunakan pihak tertentu. Mereka adalah pemancing dan pelaku, yang anehnya sulit ditangkap. Kelompok “hitam” inilah yang harus pak Mahfud sikaaat hingga bersih. Mereka adalah biang kekacauan di negeri ini. Di mana-mana, pak.
Jadi tidak usah bapak main ancam segala. Koordinasi baik-baik dengan aparat di bawah Menkopolhukam tentang langkah dan strategi untuk menyikat kelompok pengacau liar ini. Kita percaya Intelijen sudah banyak mendapatkan informasi dan data mengenai tim perusuh model seperti ini.
Prof Mahfud kan pernah menjadi aktivis, tokoh kritis, serta peneliti sosial politik yang tentunya tidak buta-buta amat dengan urusan beginian. Karenanya berpikir jernih-lah pada umat yang akan menyambut kembalinya HRS ke tanah air. Tak perlu nyinyir, gelisah atau curiga berlebihan. Bekerja sama lebih baik daripada bermusuhan.
Mahfud harus kembali ke jatidiri sebagai cendekiawan dan guru besar yang disegani daripada menjadi pejabat plintat-plintut yang omongannya dapat menyakiti umat.
Ataukah sebagaimana pernyataannya sendiri
bahwa “Malaikat pun dapat menjadi Iblis dalam sistem pemerintahan Indonesia?”
Mahfud MD bukan Malaikat dan bukan Iblis, karenanya masih ada peluang untuk kembali ke jalan yang benar.
Daripada berkoar hendak menyikat penyambut HRS, lebih baik sikat bersih hatimu Pak Menteri. Wajahmu akan kembali berseri.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 20 Rabi’ul Awwal 1442 H/6 November 2020 M