Catatan M Rizal Fadillah*
Ini berkaitan dengan pernyataan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di Denma Mabes TNI Merdeka Barat 14 November 2020 malam yang pada pokoknya berisi pernyataan soal pentingnya persatuan dan kesatuan dalam menjaga stabilitas nasional.
Menariknya, di samping bukan dalam acara HUT TNI atau acara resmi TNI lainnya, juga Panglima didampingi oleh Pangkostrad Letjen Eko Margiyono, Danjen Kopassus Mayjen Mohamad Hasan, Dankormar Mayjen Suhartono dan Dan Korpaskhas Marsda Eris Widodo Yuliastono. Artinya didampingi para komandan pasukan “tempur”.
Menyangkut TNI menjaga persatuan dan kesatuan untuk stabilitas nasional adalah hal yang normatif saja. Tetapi adanya sinyalemen dan nada ancaman tentu menimbulkan tanda tanya. Adakah ketegangan dan kegelisahan yang mengharuskan TNI “keluar” seperti ini?
Dua hal kandungan kegelisahan, pertama sinyalemen adanya provokasi dan ambisi yang “dibungkus dengan berbagai identitas”. Kedua, kalimat ancaman, “Ingat, siapa saja yang mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa akan berhadapan dengan TNI. Hidup TNI, hidup NKRI.”
Tidak jelas target ancaman tersebut. Apakah berhubungan dengan prajurit TNI yang melantunkan “ahlan habibana” yang kemudian ditangkap dan diborgol? Betapa bahayanya “nyanyian provokasi” itu. Atau ketakutan oleh HRS yang sejak penyambutan hingga acara-acaranya disambut dengan massa yang membludak?
Jika urusan “sedahsyat” itu yang dimaksud, sebenarnya TNI tak perlu gertak-gertak atau unjuk kekuatan segala. Kan ada Kepolisian yang siap menangani gangguan “provokasi” dan “ambisi” yang mengganggu keamanan. Ataukah TNI sudah tak percaya pada Polisi? Kalau begitu, terlaluuu…
Netizen berkomentar macam-macam, di antaranya meng-aplause tekad TNI untuk menjaga NKRI, tetapi menyindir pontang-pantingnya para prajurit dan Panglima menghadapi “provokasi” dan “ambisi” pengganggu dan pengacau di Papua.
Demikian juga menghadapi ancaman Tentara Cina di area Kepulauan Natuna. Rakyat melihat “minder”nya TNI yang prajuritnya hebat-hebat itu. Baru nyaman dari kegelisahan atas “provokasi” dan “ambisi” Cina itu setelah datangnya tawaran bantuan dari Amerika Serikat. Pompeo sang penenang jiwa.
Jadi, ketegangan negara tak perlu diperlihatkan. Banyak cara termasuk operasi intelijen untuk mengantisipasi “provokasi” dan “ambisi” dimaksud. Atau memang sebenarnya negara benar-benar sudah gelisah dan tegang ? Wah, kasihan kalau begitu.
Pak Hadi Tjahjanto tidak harus tampil beringas unjuk kumis demi NKRI. Janganlah menakut-nakuti dan berhadapan dengan rakyat, Pak TNI.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 30 Rabi’ul Awwal 1442 H/16 November 2020 M